Home » » Makalah Pengendalian Hama Keong Mas Pada Tanaman Padi

Makalah Pengendalian Hama Keong Mas Pada Tanaman Padi

Written By heryantos.blogspot.com on Sabtu, 09 Februari 2013 | Sabtu, Februari 09, 2013

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar Belakang
Banyak spesies asing telah diperkenalkan dari mancanegara ke sistem air tawar Jepang. Menurut Handbook of Alien Species in Japan (Ecological Society of Japan, 2002), 43 jenis ikan, 15 jenis moluska, dan 8 jenis Crustacea telah membentuk berkelanjutan populasi di air tawar Jepang. Spesies asing dapat mempengaruhi tidak hanya perikanan, pertanian, dan kesehatan manusia tetapi juga ekosistem asli (Maezono dan Miyashita 2003). Untuk mengontrol ekspansi spesies asing dan kerusakan batas potensialnya, penanggulangan berdasarkan ekologi dan Informasi sangat diperlukan.
Padi merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia sebab didalamnya terkandung bahan-bahan yang mudah diubah menjadi energi. Oleh karena itu padi disebut makanan berenergi. Disamping itu jumlah penduduk yang makin meningkat serta penyusutan lahan yang makin tahun meningkat sehingga kebutuhan bahan makanan yang berupa beras meningkat pula sehingga pemerintah berupaya meningkatkan produksi padi melalui perluasan areal tanam dilaksanakan di luar Jawa dan peningkatan produktivitas padi. Dalam rangka peningkatan produktivitas tanaman padi salah satu faktor penghambatnya adanya organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang menyerang tanaman padi. OPT utama pada padi antara lain tikus, penggerek batang, WBC, Tungro, BLB, dan keong mas. Di wilayah DIY keberadaan hama keong mas belum mengkhawatirkan tetapi bila hama tersebut tidak dikendalikan secara baik dan benar maka akan berpotensi menjadi hama utama, seperti terjadi di wilayah yang lain yang hampir tiap tahun terjadi permasalahan hama keong mas. Hama dari golongan moluska sangat berpotensial menjadi hama utama karena berkembang biak dengan cepat dan menyerang tanaman yang masih muda.
Keong mas (Pomaceae canaliculata Lamarck) (Gastropoda; Ampullaridae) ada juga yang menyebut siput murbei merupakan salah satu jenis keong air tawar yang berasal dari Benua Amerika, tidak jelas mulai kapan masuk ke wilayah Indonesia. Keong mas secara bebas di pasaran pada tahun 1981 di Yogyakarta dan di Jepang pada tahun 1964 telah dijualbelikan sebagai ikan hias karena bentuk dan warnanya yang menarik. Adanya banyak keong mas yang dijualbelikan pada masyarakat maka penyebaran keong mas makin meluas karena perkembangan biaknya sangat cepat. Disamping itu
banyak keong mas yang dibudidayakan di kolam-kolam sehingga banyak yang lari ke persawahan. Keong mas selain warnanya sangat menarik, nilai gizinya cukup tinggi yang tiap 100 gram mengandung kalori sebanyak 64 kkal, protein sebanyak 12 gram, karbohidrat sebanyak 2 gram, lemak sebanyak 1 gram, dan sejumlah mineral seperti besi, fosfor dan kalsium. Pada saat itu lemahnya pengawasan terhadap keberadaan keong mas di Indonesia, diperparah sering terjadinya bencana banjir yang mempercepat terjadinya penyebaran keong mas yang sangat cepat. Potensi keong mas dapat menyebabkan kerusakan tanaman berkisar 10 - 40%, daerah penyebaran di wilayah Indonesia antara lain Jawa, Sumatra, Kalimantan, NTB dan Bali. Sedangkan di wilayah D.I. Yogyakarta daerah penyebarannya di Sleman, Bantul, Kota Yogyakarta dan Kulonprogo.
Luas serangan yang terjadi sekarang menjadi hama padi yang serius di negara-negara Asia Tenggara dan Asia Timur, karena kerusakan pada bibit padi muda (Halwart 1994, Naylor 1996, Yusa dan Wada 1999). Saat ini kerusakan masih sangat rendah tetapi jangka waktu ke depan perlu diwaspadai keberadaan hama keong mas karena perkembangan dan pertumbuhan yang sangat cepat. Keong mas sangat menyukai lingkungan yang jernih, mempunyai suhu air antara 10 - 35 C, dengan demikian sangat cocok untuk daerah pegunungan sampai pantai. Dengan demikian mudah ditemukan di daerah sawah, waduk, situ, rawa dan genangan air. Keong mas bersifat herbivor yang pemakan segala dan sangat rakus, tanaman yang disukai tanaman yang masih muda dan lunak seperti bibit padi, tanaman sayuran, dan enceng gondok. Apabila habitatnya dalam keadaan kekurangan air maka keong mas akan membenamkan diri pada lumpur yang dalam, hal ini dapat bertahan selama 6 bulan. Bila habitatnya sudah ada airnya maka keong mas akan muncul kembali pada saat pengolahan lahan. Keong mas mempunyai jenis kelamin yaitu jantan dan betina, tidak seperti jenis siput yang lain. Keong mas siap melakukan kopulasi pada saat kondisi air terpenuhi pada areal persawahan.
1.2 Rumusan Masalah
  • Seperti apa daya rusak keong mas pada tanaman padi?
  • Bagai mana biologi dan morfologi keong mas?
  • Bagaimana cara pengendalian keong mas secara mekanis, biologis, dan kimia pada tanaman padi?
  • Kendala apa yang dihadapi pada pengendalian keong mas ?
BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Daya Rusak Keong Mas Pada Tanaman Padi
Mulut keong mas berada di antara tentakel bibir dan memiliki radula, yaitu lidah yang dilengkapi dengan beberapa baris duri yang tiap baris terdiri atas tujuh duri. Radula memarut jaringan tanaman pada perbatasan permukaan air, sehingga tanaman patah dan kemudian dimakan. Keong mas merupakan hewan nocturnal yang sangat rakus, terutama pada malam hari dan makan hampir semua tumbuhan dalam air yang masih lunak. Keong mas memakan berbagai tumbuhan seperti ganggang, azola, eceng gondok, padi, dan tumbuhan sukulen lainnya. Jika makanan dalam air tidak ada atau tidak cukup, keong mas naik ke daratan untuk mencari makanan. Keong mas yang masih kecil makan bahan organik yang terlarut atau remah-remah dari tumbuhan, daging dan bangkai hewan lainnya.
Keong mas dapat makan bahan organik yang terapung di permukaan air, selain menampung bahan yang ada di permukaan. Untuk makan bahan yang terapung, keong mas mengulung kaki depan hingga berbentuk corong dan bagian tengah berbentuk tabung. Pedalcilia menarik makanan dari permukaan ke dalam corong sampai ke tabung dan terjerat lendir di pangkal tabung. Makanan yang terkumpul kemudian masuk ke tembolok sambil mendorong kepalanya. Bahan yang terapung di permukaan air kaya protein. Walaupun herbavorus, dalam keadaan terdesak, keong mas memakan bangkai atau bahkan kanibal sebagai cara untuk bertahan hidup. Tanaman padi rentan terhadap serangan keong mas sampai 15 hari setelah tanam untuk padi tanam pindah dan 30 hari setelah tebar untuk padi sebar langsung. Tingkat kerusakan tanaman padi sangat tergantung pada populasi, ukuran keong, dan umur tanaman. Tiga ekor keong mas per m2 tanaman padi sudah mengurangi hasil secara nyata. Pada padi varietas Ciherang yang berumur 15 hari setelah tebar, keberadaan keong mas dengan tutup cangkang berdiameter 0,5 cm selama 13 hari hampir tidak menimbulkan kerusakan pada tanaman. Keong mas dengan diameter 1,0 cm menyebabkan sedikit kerusakan, sedangkan yang berdiameter 1,5; 2,0; dan 2,5cm sudah menyebabkan kerusakan berat pada tanaman sejak hari pertama dan pada hari ketiga kerusakan tanaman sudah mencapai lebih dari 97% (Hendarsih dan Kurniawati, 2005). Keong mas berukuran panjang 4 cm lebih ganas, dapat merusak tanaman padi yang ditanam pindah maupun tebar langsung (Joshi, 2002).
2.2 Biologi dan Morfologi
Keong mas satu famili dengan keong lokal yaitu keong gondang Pila ampullacea (Marwoto, 1997), famili Ampullariidae yang merupakan siput air tawar. Siput ini berbentuk bundar atau setengah bundar. Rumah siput berujung menara yang pendek dengan 4-5 putaran kanal yang dangkal. Pada mulut rumah siput terdapat penutup mulut yang disebut operculum yang kaku. Ukuran keluarga Ampullariidae besar, bisa mencapai tinggi rumah siput 100 mm. Keong mas sebagai fauna pendatang mudah dibedakan dari keong gondang, baik dari bentuk maupun ukuran rumah siput dan warna kelompok telur. Persamaan antara Pila dengan keong mas adalah pada bentuk rumah siput dan kelompok telur. Kelompok telur keong mas berwarna merah muda yang diletakkan di atas permukaan air, sedangkan kelompok telur keong gondang berwarna putih yang diletakkan di bibir permukaan air. Telur keong gondang lebih besar dari keong mas, tetapi jumlah telur untuk tiap kelompok lebih sedikit.
Satu kelompok telur keong gondang hanya terdiri atas 15-35 butir (Djayasasmita, 1987). Marwoto (1997) melaporkan tiga spesies Pomacea di Indonesia, yaitu Pomacea canaliculata, P. insularum, dan P. Paludosa. Menurut Cowie et al. (2007), Pomacea canaliculata Lamarck sama dengan P. insularum. Penamaan yang berbeda dari spesies yang sama tersebut karena P. canaliculata banyak ditemukan pada lahan yang tergenang, sedangkan P. insularum banyak ditemukan pada air dengan arus yang mengalir. Berdasarkan contoh keong mas yang diambil dari beberapa negara di Asia Tenggara, keong mas termasuk P. canaliculata Lamarck berasal dari beberapa daerah di Amerika Selatan, termasuk Argentina (Cowie et al., 2006). P. paludosa di Amerika Serikat diperdagangkan sebagai hiasan aquarium. Di Indonesia, P. paludosa yang ada saat ini bisa saja didatangkan untuk keperluan hiasan aquarium. Determinasi untuk menentukan spesies dari famili Ampullariidae berdasarkan pada mulut keong (aperture), bentuk rumah siput, umbilicus, kerutan dari menara rumah siput dan tutup mulut keong (operculum), ukuran rumah siput, dan kelenturan operculum (Anonim, 2006a).
Keong mas termasuk
Filum : Molluska
Kelas : Gastropoda
Ordo : Mesogastropoda,
Famili : Ampullariidae,
Genus : Pomacea
Spesies : Pomacea canaliculata Lamarck dengan nama lain Pomacea lineata, Ampullarius insularus Chang, Ampullarius canaliculata Lamarck, Ampullarius insularum Hamada dan Matsumoto, Pila canaliculata Lamarck, dan Ampullaria canaliculata Lamarck. P. canaliculata Lamarck secara morfologi ditandai oleh karakteristik sebagai berikut: rumah siput bundar dan menara pendek; rumah siput besar, tebal, lima sampai enam putaran di dekat menara dengan kanal yang dalam, mulut besar dengan bentuk bulat sampai oval, operculum tebal rapat menutup mulut, berwarna coklat sampai kuning muda, bergantung pada tempat berkembangnya, dagingnya lunak berwarna putih krem atau merah jambu keemasan atau kuning oranye. Genitalia jantan juga dapat digunakan dalam menentukan spesies keong mas secara lebih akurat. Operculum betina cekung dan tepi mulut rumah siput melengkung kedalam, sebaliknya operculum jantan cembung dan tepi mulut rumah siput melengkung keluar.


2.2.1 Siklus Hidup
Siklus hidup keong mas bergantung pada temperatur, hujan, atau ketersediaan air dan makanan. Pada lingkungan dengan temperatur yang tinggi dan makanan yang cukup, siklus hidup pendek, sekitar tiga bulan, da bereproduksi sepanjang tahun. Jika makanan kurang, siklus hidup panjang dan hanya bereproduksi pada musim semi atau awal musim panas (Estebenet dan Cazzaniga, 1992). Di daerah subtropis (Buenos Aires), tidak toleran terhadap cuaca dingin. Angka kematian musim dingin, keong mas di sawah kering berkisar antara 0% sampai 90%, tergantung pada daerah, temperatur musim dingin, dan karakteristik habitat (Syobu 1996). Keong aktif dan bereproduksi dari awal musim semi (Oktober) sampai akhir musim panas (Maret atau April). Selanjutnya keong mengubur diri dalam tanah yang lembab, dan aktif lagi pada saat temperatur air naik pada musim semi ( Estebenet dan Cazzaniga, 1992 ). Di daerah tropis, keong aktif dan bertelur sepanjang tahun (Hylton Scott, 1958 dalam Cazzaniga, 2006). Keong yang berukuran 2,5 cm sudah mulai bertelur. Kalau makanan cukup dan lingkungan mendukung, setelah satu sampai dua kali bertelur, ukuran keong bertambah besar.
Keong mas dan juga famili Ampullaridae yang lain bersifat amfibi, karena mempunyai insang dan paru-paru. Paru-paru tertutup jika sedang tenggelam dan terbuka setelah keluar dari air. Keong mas juga mempunyai sifon pernafasan untuk bergerak sambil mengambang. Semua kelebihan tersebut berguna untuk mekanisme survival. Pada musim kemarau keong berdiapause pada lapisan tanah yang masih lembab, dan muncul kembali jika lahan digenangi air. Jika hidup pada tanah kering, keong mas akan ganti bernafas dari pernafasan aerobik menjadi pernafasan sebagian anaerobik. Indra yang paling aktif adalah penciuman, yang bisa mendeteksi makanan dan lawan jenis. Keong mas sanggup hidup 2–6 tahun dengan keperidian yang tinggi. Telur diletakkan dalam kelompok pada tumbuhan, pematang, ranting, dan lain- lain, beberapa cm di atas permukaan air. Pada umumnya telur berwarna merah muda dengan diameter telur berkisar antara 2,2–3,5 mm, tergantung pada lingkungan. Telur diletakkan berkelompok sehingga menyerupai buah murbai.
Warna kelompok telur berubah menjadi agak muda menjelang menetas. Pada temperatur 32–36°C dengan kelembaban 80–90% pada pk 8.00 dan pada temperatur 42–44°C dengan kelembaban 76–80% pada pk 14.00 di rumah kasa BB Padi di Sukamandi, tiap kelompok telur keong mas berisi 235 hingga 860 butir dengan rata-rata 485±180 butir. Daya tetas berkisar antara 61–75%. Telur menetas setelah 8–14 hari (Kurniawati dkk., 2007). Daya tetas berkurang jika telur kena air. Perendaman telur selama 24, 48, dan 72 jam menyebabkan daya tetas masing-masing hanya 57,9%, 60,9%, dan 35,2% (Kurniawati, 2008). Pada temperatur 23–32OC, dalam sebulan seekor keong mas dapat bertelur 15 kelompok yang terdiri atas 300 sampai 1000 butir tiap kelompok dan menetas mulai 0 hari (Hatimah dan Ismail, 1989). Ukuran keong yang baru menetas 2,2– 3,5 mm dan menjadi dewasa dalam 60 hari atau lebih, bergantung pada lingkungan. Mortalitas keong sangat rendah, dalam stadia juvenile selama 30 hari survival dari juvenile yang berdiameter 0,5 cm antara 95 sampai 100% (Kurniawati dkk., 2007).
2.2.2 Habitat dan Penyebaran
Keong mas hidup dan berkembang biak pada kolam, rawa, dan lahan yang selalu tergenang termasuk sawah, di daerah tropik dan subtropik dengan temperatur terendah 10o C (Anonim, 2006b). Hewan ini mempunyai insang dan organ yang berfungsi sebagai paru-paru yang digunakan untuk adaptasi di dalam air maupun di darat. Paru-paru merupakan organ tubuh yang penting untuk hidup pada kondisi yang berat. Gabungan antara operculum dengan paru-paru merupakan daya adaptasi untuk menghadapi kekeringan. Jika air berkurang dan tanah atau lumpur menjadi kering, keong mas membenamkan diri ke dalam tanah sehingga metabolisme berkurang dan memasuki masa diapause. Fungsi paru-paru bukan hanya untuk bernafas tetapi juga untuk mengatur pengapungan. Keong mas dapat hidup pada lingkungan yang berat, seperti air yang terpolusi atau kurang kandungan oksigen.

2.2.3 Penyebaran
Penyebaran keong mas dari habitat aslinya di Amerika Selatan ke beberapa negara untuk berbagai keperluan menyebar dengan cepat. Habitat yang kondusif bagi keong mas di daerah yang baru menyebabkan populasi meningkat dan telah menjadi hama baru pada tanaman padi. Keong mas salah satu dari 100 spesies biota di tempat hidup yang baru dan paling merugikan (Joshi, 2005). Invasi keong mas berkaitan dengan daya reproduksi yang tinggi, kemampuan beradaptasi yang cepat dengan lingkungan, dan rakus makan pada kondisi tanaman inang yang beragam, sehingga dapat mengalahkan perkembangan siput atau keong lokal. Keong mas yang ada di Indonesia berasal dari Argentina. Mulai pada tahun 1980an keong mas menyebar dengan cepat ke beberapa negara di Asia, atas campur manusia. Secara biologi mustahil keong mas dapat menyeberang dari Amerika Selatan ke Asia. Awal penyebaran ke negara-negara di Asia, keong mas digunakan untuk bermacam-macam tujuan. Di Filipina, misalnya, keong mas digunakan sebagai bahan makanan, sementara di Indonesia dijadikan sebagai hewan hias pada aquarium. Hingga tahun 1987, di Indonesia
masih ada keinginan untuk mengembangbiakkan keong mas sebagai komoditas ekspor. Semula hewan ini dianggap tidak merugikan. Kemudian muncul polemik tentang kemungkinan keong mas berkembang menjadi hama tanaman. Kenyataannya keong mas telah menyebar luas di Sumatera (Bengkulu, Jambi, Lampung, Pariaman, Riau), Papua (Biak dan Wamena), Sulawesi (Bone, Makasar, Manado, Maros, Palu dan Pangkep), Kalimantan (Balikpapan dan Samarinda), Buton, Jawa, Bali, dan Lombok (Hendarsih et al., 2006). Di Jawa Barat sampai tahun 1992 tidak ditemukan keong mas di sawah dan hanya dipelihara di kolam. Sejak tahun 1996, hama ini ditemukan menyerang tanaman padi pada lahan di 12 kabupaten dan pada tahun 1999 berkembang menjadi 16 kabupaten (Hendarsih, 2002). Luas areal pertanaman padi sawah yang terserang keong mas baru tercatat secara resmi pada tahun 1997, yaitu 3.630 ha. Pada tahun 2003 luas serangan keong mas mencapai lebih dari 13 ribu ha dan meningkat 22,2 ribu ha pada tahun 2007 (Tabel 1).
Sebenarnya tidak jelas apakah transportasi manusia atau gerakan bekicot alami adalah proses utama dimana siput memperluas jangkauan. Namun, penyebaran yang cepat dari siput pada awal tahun 1980 itu terutama disebabkan oleh transportasi manusia, karena setelah itu diperkenalkan menjadi aktif diperdagangkan di seluruh negara seperti Asia tenggara, termasuk Indonesia dan Jepang (Hamada dan Matsumoto 1985, Miyazaki 1985).
Selain itu, beberapa petani mulai melepaskan keong mas ke ladang mereka sebagai biologi kontrol agen untuk gulma (Okuma et al 1994a,. Ichinose dan Yoshida 2001). Perluasan jangkauan siput sehingga mungkin telah dipromosikan oleh transportasi manusia, baik disengaja atau tidak disengaja (misalnya di tanah yang terkontaminasi dengan keong mas).
Keong mas berpotensi memiliki kemampuan besar untuk bergerak dengan jarak yang jauh dalam sistem air. Dalam saluran air, keong mas bisa bergerak lebih dari 100 m hulu atau lebih dari 500 m hilir dalam satu minggu (Ozawa dan Makino 1989). Namun, penyebaran keong mas tidak selalu terjadi dalam sistem air yang sama. Ichinose dan Yoshida (2001) menyarankan bahwa siput tidak bisa memperluas jangkauan ke daerah-daerah atas sistem air, karena diskontinuitas antara sawah dan aliran air lebih cepat hulu. Selain itu, salah satu penduduk setempat (didirikan sekitar 20 tahun yang lalu) di batas utara dari kisaran siput terbatas luas hanya 1,5 km x 0,5 di kanal air yang tenang. Siput belum diamati di luar kisaran ini setidaknya selama tiga tahun (Ini tidak dipublikasikan). Faktor-faktor yang membatasi perluasan siput dalam sistem air tidak sepenuhnya diketahui.
2.3 Pengendalian
Keong mas di negara asalnya Argentina bukan merupakan hama tanaman, bukan vektor penyakit, dan tidak bermanfaat (Cazzaniga, 2006). Selain itu tidak ada musuh alami yang pasti. Dalam waktu singkat, introduksi keong mas ke Asia telah meningkatkan populasi, termasuk di sawah. Dibandingkan dengan di Filipina dan Jepang, luas sawah yang terserang keong mas di Indonesia masih rendah, pada tahun 2004 hanya 16.000 ha, sehingga pengendalian ditujukan untuk mencegah penyebaran.
Baru-baru ini, beberapa petani telah mulai untuk memperlakukan keong mas bukan sebagai hama padi, tetapi sebagai agen "ramah lingkungan" kontrol biologi untuk gulma. Bahkan, keong mas efektif dalam mengendalikan gulma (Okuma et al 1994a,. 1994b). Namun, hampir tidak mungkin untuk mencegah emigrasi keong mas dari satu sawah ke sawah-sawah disekitarnya, sedangkan kerusakan tanaman padi muda akibat keong mas tidak dapat dikontrol jika sawah memiliki permukaan yang tidak rata (Wada 1997, Yusa dan Wada 1999). Selain itu, efek dari siput pada ekosistem asli Jepang belum jelas. Oleh karena itu, masuknya keong mas pada pesawahan yang tidak terinfeksi gulma pengontrolannya harus dihentikan.
2.3.1 Pencegahan Penyebaran
Keong mas menyebar melalui air. Mencegah penyebaran merupakan usaha yang lebih baik. Jika suatu daerah sudah terinvasi, keong mas akan sulit dikendalikan. Pencegahan penyebaran sebaiknya pada daerah yang belum ada populasi keong mas. Pencegahan penyebaran keong mas bukan hanya pada pertanaman padi, tetapi juga untuk menjaga lingkungan dan kesehatan. Keong mas rakus dengan semua jenis tanaman air. Tersedianya tanaman air menguntungkan keong mas untuk cepat berkembang. Pada lahan perairan terbuka, keong mas dengan populasi yang tinggi dapat memusnahkan semua tumbuhan air. Berkurangnya tumbuhan pada perairan terbuka akan mengurangi biota air dan fauna di lingkungan tersebut. Di perkotaan negara-negara miskin, limbah yang mengumpul di perairan terbuka, terutama yang berasal dari rumah tangga, tanpa disengaja diolah oleh tanaman perairan. Jika populasi tanaman di perairan berkurang akibat dimakan keong mas, maka lingkungan akan kumuh dan kesehatan masyarakat terganggu (Carlsson, 2006).
2.3.2 Pengendalian di Daerah yang Sudah Terserang
Untuk menekan populasi dan mengurangi kerusakan tanaman oleh keong mas dapat dilakukan pengendalian secara terpadu dengan menggunakan teknologi. Pengendalian keong mas pada tanaman budi daya perlu dilakukan sejak persiapan tanam hingga setelah panen.
2.3.3 Pengendalian Secara Mekanis
Pengolahan tanah dengan cara dibajak, kemudian diikuti oleh pelumpuran, dapat mengurangi populasi keong mas. Hasil penelitian menunjukkan pengolahan tanah mengurangi populasi 77,9% untuk keong mas dengan tinggi cangkang lebih dari 20 mm, dan 67,6–68,3 % untuk keong mas dengan tinggi cangkang 11,7–19,0 mm (Wada, 2003).
Perbaikan saluran irigasi perlu diikuti oleh sanitasi gulma seperti kangkung. Memasang saringan pada saluran masuk dan keluar air diperlukan untuk mencegah keong masuk ke petak sawah. penyaring seperti layar jaring kawat didirikan di titik-titik saluran masuknya air untuk mencegah penyebaran melalui aliran air. Namun, ukuran keong mas terkecil adalah 2mm dan jerat hanya berukuran lebih kecil dari 2mm. Jadi ukuran ini tidak banyak digunakan karena filter yang tersumbat oleh kotoran atau sampah terlalu cepat. Setelah filter tertutup oleh sampah, air tidak akan mengalir dan air akan meluap ke tepi saluran irigasi. Kecuali ada tenaga kerja yang tersedia untuk membersihkan filter secara berkala. Jadi, cara ini kurang efektif karena keong mas mampu merayap melewati saringan atau galengan (Joshi, 2005). Untuk mempermudah pengambilan keong mas, pada petakan sawah yang memiliki pengairan terkendali dapat dibuat caren. Keong mas akan menuju caren dan berkumpul di dalamnya, sehingga mudah diambil, terutama pada saat tanaman masih muda atau pada saat aplikasi pestisida. Pengambilan keong mas akan lebih mudah jika dilakukan pada pagi hari.
2.3.4 Tanaman Atraktan
Beberapa jenis tanaman dapat bersifat atraktan seperti daun pepaya, kulit nangka, kulit mangga, daun talas, dan daun singkong. Keong akan berkumpul pada bahan atraktan yang diletakkan di petak sawah sehingga mudah dipungut. Peletakan bahan atraktan pada petak sawah sebaiknya sore hari.
2.3.5 Pengendalian Secara Kultur Teknik
Pengendalian secara kultur teknik sama baiknya dengan cara mekanis, karena tidak mencemari lingkungan. Dalam hal ini, cara yang dapat dilakukan antara lain adalah dengan menanam bibit yang lebih tua. Bibit padi yang berumur lebih dari 28 hari kurang disukai oleh keong. Oleh karena itu, serangan keong mas pada pertanaman padi yang ditanam secara sebar langsung lebih berat dari tanam pindah. Memberikan pupuk dasar sebelum tanam dapat mengurangi tingkat serangan keong mas. Kulit keong yang terkena pupuk menyebabkan iritasi dan mati karena mengeluarkan banyak lendir. Keong yang mati akibat pupuk ditandai oleh terbukanya operculum, sedangkan keong yang mati akibat pestisida ditandai oleh tertutupnya operculum (Cruz et al. 2001). Kalaupun keong tidak mati, kerakusannya menurun setelah terkena pupuk. Keong mas akan aktif dan lebih rakus makan jika ketinggian air di sawah sama dengan tinggi rumah siput. Oleh karena itu, ketinggian air perlu diatur sedemikian rupa agar terlalu tinggi atau sawah tidak diairi selama 7–10 hari setelah tanam.
Pengapuran (CaO) dapat menyebabkan keong mas kurang aktif dan bahkan mati. Pengapuran dengan takaran 50 kg/ha efektif menekan perkembangan keong mas (Hendarsih dan Kurniawati, 2002). Pengapuran dianjurkan pada saat populasi keong mas rendah atau pada saat tanam. Selain menurunkan daya makan keong mas, penggunaan kapur pertanian atau CaO juga penting artinya untuk meningkatkan pH tanah, terutama pada tanah masam. Rotasi tanaman padi dengan kedelai, terutama untuk tanaman padi sebar langsung, dapat menekan populasi keong mas, dibandingkan dengan tanpa rotasi (Wada, 2003). Di Jepang, rotasi tanaman padi dengan kedelai dilakukan dalam jangka waktu satu tahun. Dalam hal ini padi ditanam pada tahun kedua. Walaupun di Indonesia belum ada data penelitian tentang pengaruh rotasi tanaman terhadap serangan keong mas, secara teori cara tersebut dapat diterapkan untuk mengurangi popuilasi awal.

2.4 Pengendalian Secara Biologi
Penelitian skala laboratorium di Jepang menunjukkan bahwa predator keong mas yang potensial adalah beberapa spesies kepiting, penyu, dan tikus (Yusa, 2007). Musuh alami keong mas adalah semut merah Solenopsis geminata dan belalang Conocephalous longipennis yang memakan telur keong. Tikus sawah juga dapat makan daging atau memangsa keong mas secara utuh.

2.4.1 Pengendalaian Dengan Kura-kura
Untuk mengontrol keong mas, ada beberapa predator yang efektif yang telah diperkenalkan ke ekosistem pertanian, termasuk bebek, dan berbagai jenis ikan (Teo, 2001, 2006). Bebek domestik terbukti efektif untuk pengendalian biologis keong mas muda di sawah dan bisa memangsa sama baiknya dengan kepadatan OPT rendah dan populasi yang tinggi (Cowie, 2002). Ikan mas, Cyprinuscarpio Linnaeus, juga dianjurkan untuk kontrol biologis keong mas di sawah setelah membandingkan lima jenis ikan (Cowie, 2002). Ikan mas hitam, Mylopharyngodonpiceus, adalah agen kontrol yang sangat efisien untuk memangsa hama siput yang berada dibawah tanah (Ben-Ami dan Heller, 2001). Namun, baik ikan dan bebek tidak cocok untuk digunakan di sawah karena ikan mas membutuhkan air lebih dari 10 cm, yang terlalu dalam untuk sawah normal, dan menjaga bebek di sawah membutuhkan banyak perawatan, termasuk untuk memberi makan setiap hari (Yoshie dan Yusa, 2008).
Dalam pengendalian ini, kura-kura menunjukkan kapasitas kontrol yang kuat pada keong mas karena pemangsaan yang kuat mereka pada keong mas dan toleransi terhadap kelaparan. Kura-kura sangat mudah untuk dibudidayakan oleh petani, pemeliharaan kura-kura tidak membutuhkan perawatan lebih ekstra dibandingkan dengan menjaga bebek (Yoshie dan Yusa, 2008). Dalam kesimpulan penelitian labolatorium di Jepang baik dari hasil survei lapangan menunjukkan bahwa menggunakan kura-kura untuk pengendalian keong mas secara biologis direkomendasikan sebagai cara yang optimal di lahan sawah yang terinfeksi soleh keong mas.
2.4.2 Penggembalaan bebek
Bebek juga merupakan predator keong mas sebagai pakannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan protein dan kalsium. Pada agriekosistem sawah, bebek biasanya mencari hewan di dalam air sebagai pakan, termasuk keong mas. Menggembalakan 200 ekor bebek/ha lahan sawah dua hari sebelum tanam selama 8 jam/hari dapat mengurangi populasi keong mas sampai 89,2% dan mengurangi kerusakan rumpun padi hingga 47% (Pantua et al., 1992).
2.5 Pengendalian Secara Kimiawi
Di Indonesia pengendalian keong mas dengan pestisida belum populer. Di Pantai Utara Jawa Barat petani mengaplikasikan bahan nabati Saponin jika serangan tetap tinggi walaupun keong sudah dipungut. Di Filipina pengendalian keong mas sangat bergantung pada pestisida.
Meskipun pengendalian kimia disertakan dalam paket PHT, Departemen Pertanian petani kurang setuju untuk menggunakan bahan kimia karena berbahaya bagi lingkungan, dan juga dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Pengendalian kimia lebih baik hanya ketika kepadatan populasi hama melebihi 5 keong mas m-2 dan bila ada kekurangan tenaga kerja atau ketika waktu adalah kendala untuk cara pengendalian. Bahan kimia yang dianjurkan untuk pengendalian keong mas termasuk teh serbuk biji, pelet dari metaldehid 5% dan niclosamide. Teh bubuk biji dianjurkan di 51kg/ha dibawah genangan air dari kedalaman 5 - 7 cm. Teh bubuk biji adalah produk olahan dari ekstraksi minyak dari biji teh. Ini berisi 5,2-7,2% saponin, yang menyebabkan hemolisis pada hewan (Minsalan dan Chiu, 1988). Ini adalah racun bagi organisme kebanyakan air seperti ikan dan katak. Namun, sisa umur yang berlangsung selama 4 hari saja. Pelet dari metaldehid 5% digunakan bila teh bubuk biji tidak tersedia. Tingkat yang disarankan adalah 15kg/ha tetapi biasanya dalam jumlah kecil digunakan karena itu adalah tempat-diterapkan di daerah tergenang air atau kolam kecil setelah pengeringan lapangan di plot padi.
Sebuah percobaan di Sabah pada seleksi tanaman dengan sifat molluscicidal berhasil mengidentifikasi spesies tanaman yang dikenal sebagai Furcraea selloa var. Marginata, yang sangat efektif terhadap keong mas. Tepung daun kering dari Yellow Furcraea dianjurkan untuk kontrol keong mas di 45kg/ha (Teo, 2002), jauh lebih rendah daripada tingkat yang direkomendasikan untuk bubuk biji teh.
2.5.1 Pestisida sintetik
Sampai saat ini hanya satu bahan aktif moluskisida sintetik niklosamida dan satu moluskisida nabati yang mengandung saponin yang telah terdaftar sebagai bahan pengendalian keong mas (Anonim, 2006a). Niklosamida merupakan moluskisida untuk siput air tawar dan di Afrika diaplikasikan untuk mengendalikan keong vector penyakit manusia. Niklosamida terdaftar di beberapa negara untuk mengendalikan keong, kecuali di Jepang karena dianggap terlalu toksik terhadap lingkungan (Wada, 2003). Aplikasi niklosamida dengan takaran 0,5 l/ha dapat membunuh 80% populasi keong mas. Selain efektif terhadap keong mas, niklosamida juga bersifat ovisidal terhadap telur keong mas, telur yang menetas hanya 15% (Joshi et al., 2002). Efektivitas niklosamida hanya tiga hari. Kalau ada keong baru yang masuk ke lahan yang telah diaplikasi niklosamida, keong tidak mati. Aplikasi niklosamida juga dapat mengganggu pertumbuhan padi tanam sebar langsung. Di Jepang, umpan yang mengandung moluskisida metaldehida cukup efektif mengurangi kerusakan tanaman padi sebar langsung (Wada, 2003). Aplikasi insektisida kartap juga dapat mengurangi kerusakan tanaman (Kiyota and Sogawa, 2006).

2.5.2 Pestisida nabati
Beberapa jenis tanaman dapat bertindak sebagai moluskisida nabati untuk mengendalikan keong mas. Nizmah (1999) dan Lobo et al. (1991) menemukan tanaman widuri (Calotropis gigantea) yang efektif mengendalikan keong mas. Kardinan dan Iskandar (1997) mendapatkan tanaman tuba (Derris elliptica) yang efektif mengendalikan keong mas. Di Indonesia tanaman tuba lebih efektif dibandingkan dengan daun sembung, daun patah tulang, dan daun teprosia. Pinang, tembakau, dan daun sembung juga efektif mengendalikan keong (Anonim, 2006b). Biji teh merupakan bahan yang paling toksik terhadap keong mas. Limbah teh juga dapat dipakai untuk mengendalikan keong mas dan siput lokal, namun dibutuhkan dalam jumlah banyak, yaitu 10 g/l air. Gadung basah juga dapat digunakan untuk mengendalikan keong mas. Mindi dan nimba berperan sebagai moluskisida namun toksik terhadap ikan mas (Kertoseputro dkk., 2007b).
Saponin dan buah rerak (Sapindicus rarak) dapat mengurangi tingkat serangan keong mas dan efektivitasnya tidak berbeda dengan moluskisida sintetis niklosamida (Hendarsih dan Kurniawati, 2005). Saponin yang dipasarkan di Indonesia merupakan ampas dari minyak biji teh yang banyak dipakai oleh pengelola tambak untuk membunuh ikan liar. Minyak biji teh ini mengandung 12% saponin (Anonim, 2002b). Kulit biji buah rerak dapat dipakai untuk mencuci pakaian dan shampo. Kandungan saponin dalam buah rerak tinggi sehingga dapat merusak pakaian dan rambut (Burkill, 1935). Hasil penelitian Aminah dkk. (1992) menunjukkan, buah rerak mengandung 12% saponin dan alkaloid. Sebelum ada pestisida anorganik, rerak dipakai sebagai insektisida, tetapi tidak berkembang (Burkill, 1935). Saponin atau glikosida merupakan metabolit sekunder yang mempunyai sifat detergen, berbusa, rasa pahit, dan beracun bagi hewan berdarah dingin (Cheeke, 1989). Saponin tidak beracun pada hewan berdarah panas. Saponin banyak digunakan sebagai detergen, pembasmi hama udang, busa dalam pemadam kebakaran, busa shampo dan industri farmasi.
Hasil penelitian Kurniawati dkk. (2007) menunjukkan bahwa rerak selain efektif terhadap keong mas juga efektif mengendalikan penggerek batang padi kuning. Efektivitas pestisida nabati bergantung pada ukuran keong mas. Penggunaan rerak dan saponin menyebabkan lebih banyak keong kecil (diameter 1,0 cm) yang mati lebih awal dibandingkan dengan keong yang lebih besar. Insektisida dan bahan nabati tidak bersifat ovisidal dan tidak berpengaruh terhadap daya tetas telur keong mas. Namun aplikasi insektisida kartap, bahan nabati biji teh, dan rerak pada telur berumur 4 dan 7 hari mengurangi daya hidup keong muda (juvenil) yang menetas dari telur yang diaplikasi tersebut (Kurniawati dkk., 2007). Pengujian empat bahan nabati dan lima insektisida pada 5 dan 10 hari setelah aplikasi pestisida tidak berpengaruh nyata terhadap populasi keong, kecuali aplikasi saponin. Kerusakan tanaman yang disebabkan oleh keong mas pada 5 hari setelah tanam pada perlakuan rerak dan kartap nyata lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Pada 10 hari setelah aplikasi, kerusakan tanaman meningkat pada semua perlakuan. Aplikasi saponin menyebabkan tingkat kerusakan tanaman juga nyata lebih rendah dari kontrol (Tabel 2).
2.6 Masalah dan Kendala
Pengendalian hama keong mas mengalami berbagai masalah sosial. Pada awalnya banyak petani mengira keong mas sebagai siput Pila lokal spp. dan tidak mempercayai bahwa itu adalah hama eksotik sampai mereka mengalami kerusakan pada tanaman mereka. Bahkan, manusia sendiri adalah faktor utama penyebaran OPT. Siput menyebar ke sebagian besar negara dan wilayah oleh manusia. Petani membawa pulang siput untuk keperluan memasak, yang pada saat yang sama tersebar di beberapa ke sawah atau halaman belakang yang memungkinkan berkembang biak untuk sumber makanan di masa depan.
Operasi pengendalian bisa berisi hama di lapangan tetapi tidak bisa menghentikan keong mas dari penyebaran ke tempat lain meskipun peringatan berulang dikeluarkan selama operasi pengendalian. Respon dari para petani masih kurang, ini terlihat dari banyaknya petani yang tidak menghadiri sesi pengarahan tentang pengendalian hama keong mas. Banyak memilih untuk menggunakan bubuk biji teh dalam preferensi untuk tindakan pengendalian lainnya. Petani juga lambat dalam mengadopsi inovasi seperti menggembala bebek untuk kontrol keong.
BAB III
KESIMPULAN

Keong mas Pomacea canaliculata (Lamarck), berasal dari Amerika Selatan tropis dan subtropis. Keong mas ini merupakan hama padi yang serius di Asia Tenggara dan Asia Timur karena merusak bibit padi muda. Pada awal 1980-an, keong mas secara luas dibesarkan sebagai bahan pangan manusia di beberapa negara asia diantaranya Jepang, Thailand, Filipina, bahkan Indonesia sendiri dan negara Asia tenggara lainnya.
Keong mas hidup dan berkembang biak pada kolam, rawa, dan lahan yang selalu tergenang termasuk sawah, di daerah tropik dan subtropik dengan temperatur terendah 10o C. Hewan ini mempunyai insang dan organ yang berfungsi sebagai paru-paru yang digunakan untuk adaptasi di dalam air maupun di darat. Selain itu, beberapa petani mulai melepaskan keong mas ke ladang mereka sebagai biologi kontrol agen untuk gulma. Perluasan jangkauan siput sehingga mungkin telah dipromosikan oleh transportasi manusia, baik disengaja atau tidak disengaja (misalnya di tanah yang terkontaminasi dengan keong mas)
Hama keong mas di Indonesia dan di negara lainnya yang terserang perlu diwaspadai dan diantisipasi keberadaan hama tersebut karena berkembang biak dengan cepat dan menyerang tanaman yang masih muda. Bila kita lengah terhadap keberadaan keong mas akan menjadi hama utama pada tanaman padi terutama pada daerah yang mempunyai pola tanam padi terus menerus. Keberhasilan Pengendalian keong mas pada tanaman padi dilakukan secara dini, berkala, masal dan terus menerus. Disamping itu perlu memadukan berbagai cara-cara pengendalian yang dilakukan sesuai dengan perilaku dan siklus hidup keong mas.
Teknik pengendalian keong mas diantaranya dengan cara pencegahan penyebaran; pengendalian di daerah yang sudah terserang; pengendalian secara mekanis yang meliputi tanaman atraktan dan secara kultur teknik; pengendalian secara biologi yang meliputi pengendalaian dengan kura-kura dan penggembalaan bebek; serta pengendalian secara kimiawi yang meliputi pestisida sintetik dan pestisida nabati
DAFTAR PUSTAKA

Aminah, N.S. dkk., 1999. Penentuan Senyawa Aktif Insektisida pada Buah Lerak (Sapindicus rarak de Candole). Dalam Prasadja et al. (Ed.), Prosiding Seminar Nasional Peranan Entomologi dalam Pengendalian Hama yang Ramah Lingkungan dan Ekonomis (Buku I). Bogor 16 Februari 1999. p.307–312.
Anonim, 1997. Waspadai Keong mas di Tabela Padi. Departemen Pertanian, Litpan, BPTP gedong johor Medan, 2 p.
Ben-Ami, F.; Heller, J. 2001. Biological control of aquatic pest snails by the black carp Mylopharyngodon piceus. Biological Control 22: 131-138.
Cowie, R.H. 2002. Apple snails as agricultural pests: their biology, impacts, and management. In: Baker, G.M. Molluscs as crop pests. CABI, Wallingford. p. 145-192.
Hamada, S. and T. Matsumoto. 1985. Apple snail in Kumamoto Prefecture. Kyushu-nokai 24: 5-12. (In Japanese).
Ichinose, K. and K. Yoshida. 2001. Distribution of apple snail, related to rice field distribution and water flow. Kyushu Plant Protection Research 47: 77-81. (In Japanese with English summary).
Minsalan, C.L.O and Chiu, Y.N. 1988. Effects of tea seed cake on selective elimination of finfish in shrimps ponds. In; Pond Dynamics/Aquaculture Collaborative Research Support Program. International Programs, Oregon State University. PD/A CRSP Research Reports 88 - 11
Ozawa, A. and T. Makino. 1989. Biology of the apple snail, Pomacea canaliculata (Lamarck), and its control. Shokubutsuboeki 43: 502-505. (In Japanese).
Teo, S.S. 2001. Evaluation of different duck varieties for the control of the golden apple snail (Pomacea canaliculata) in transplanted and direct seeded rice. Crop Protection 20: 599-604.
Teo, S.S. 2006. Evaluation of different species of fish for biological control of golden apple snail Pomacea canaliculata (Lamarck) in rice. Crop Protection 25: 1004-1012.
Yoshie, H.; Yusa, Y. 2008. Effects of predation on the exotic freshwater snail Pomacea canaliculata (Caenogastropoda: Ampullariidae) by the indigenous turtle Chinemysreevesii (Testudines: Geoemydidae). Applied Entomology and Zoology 43: 475–482.
Yusa, Y.; Sugiuara, N.; Wada, T. 2006. Predatory potential of freshwater animals on an invasive agricultural pest, the apple snail Pomacea canaliculata (Gastropoda: Ampullariidae), in Southern Japan. Biological Invasions 8: 137-147.
Zheng, X.S.; Lu, Z.X.; Chen, J.M.; Xu, H.X.; Zhang, J.F.; Chen, L.Z.; Yu, X.P. 2005. Trials of Pomacea canaliculata (Lamarck) control with stocking of soft-shelled turtle. Journal of Zhejiang Agricultural Sciences 1: 61-63 (in Chinese).
Share this article :
Comments
2 Comments

2 komentar:

silahkan berkomentar

Klik Like ya Kawan! mudah-mudahan amal ibadahnya diterima. amiiiin.....
×

tukeran link yuk sob

 photo hery_zps5d15b497.jpg
Diberdayakan oleh Blogger.

Translate sama om google

indonesia

Topics :
 
Support : my fb | Your Link | my girl
Copyright © 2013. go green - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger