Home » » MAKALAH PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT KOPI (Coffea robusta)

MAKALAH PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT KOPI (Coffea robusta)

Written By heryantos.blogspot.com on Minggu, 24 Februari 2013 | Minggu, Februari 24, 2013

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kopi merupakan salah satu komoditas tanaman perkebunan yang pemanfaatannya sebagai minuman nonalkoholik yang sudah tersebar luas. Luas area penanaman tanamana kopi di Jawa Barat pada tahun 2010 adalah 29.079 Ha dengan produksi mencapai 13.011 ton dan produktivitas 853 Kg/Ha. Harga berasan di setiap Kabupaten di Jawa Barat pada tahun 2010 berkisar antara Rp 10.996,- s/d Rp 13.715,-/Kg (Statistik Disbun Prov. Jabar,2010). Dalam usaha budidaya tanaman kopi tidak terlepas dari permasalahan ,diantaranya produktivitas dan mutu yang rendah. Produksi dipengaruhi antara lain oleh tingkat kesesuaian lingkungan tumbuh, teknik budidaya,varietas dan adanya gangguan beberapa hama dan maupu penyakit (OPT penting) yang ada di lapangan,mulai dari pembibitan sampai dengan tanaman dewasa dan menghasilkan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas produk perkebunan adalah penggunaan pestisida sintesis yang digunakan dalam pengendalian OPT. Penggunaan pestisida sintetik dinilai epektif dan hasilnya dapat dilihat dengan cepat , namun demikian, cara ini tidak dapat dipertahankan, karena dapat membahayakan manusia dan lingkungan (Diah,ASS.POPT .2011)
Beberapa OPT penting pada tanaman kopi yaitu penggerek buah kopi (Hyotenemus hampei),nematoda parasit (Pratylenchus sp,Meloidogyne sp,Radopholus sp, ) Penggerek ranting (Xylosandrus sp), penggerek batang cabang atau batang (Zeuzera sp),kutu Dompola (Planncoccus sp),penyakit karat daun (Hemileia vastatrix),penyakit akar (Rigidophorus lignosus) dan OPT lainnya. Penggerek buah kopi yang dikenal dengan nama PBKo (Hypothenemus hampei) sering dijumpai dipertanaman kopi di seluruh Indonesia. Di Jawa Barat luas serangan PBKo pada tahun 2010 mencapai 1.303,71 ha (Lap BPTP Jabar 2010).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilaksanakan kegiatan Praktek lapangan ini adalah:
1. Mengetahui jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman kopi di wilayah Provinsi Jawa Barat
2. Mengetahui cara pengendalian yang dilakukan petani dan BPTP pada pengendalian hama dan penyakit tanaman kopi
3. Mengetahui gejala serangan yang
ditimbulkan oleh hama dan penyakit pada tanaman kopi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengendalian
Pengendalian adalah suatu kegiatan untuk mengurangi atau mengendalikan populasi hama yang menyerang tanaman dengan berbagai komponen pengendalian yang dilakukan, seperti pengendalian secara biologis, mekanis, kultur teknis, hayati (penggunaan musuh alami), dan penggunaan pestisida. Menurut (Untung, 2006) pengendalian dilakukan dengan mematikan hama yang menyerang dengan tangan atau dengan bantuan peralatan. Adapun pengendalian hayati yaitu pengendalian dengan pemanfaatan dan penggunaan musuh alami untuk mengendalikan populasi hama yang dilandasi oleh pengetahuan ekologi terutama teori pengaturan populasi oleh pengendalian alami dan keseimbangan dinamis ekosistem. Pengendalian hama dan penyakit tanaman kopi dilakukan dengan beberapa sistem pengendalian yaitu secara kultur teknis, biologis, dan penggunaan pestisida.
2.2Pengendalian Secara Kimia
Pengendalian hama dan penyakit secara kimia yaitu pengendalian dengan mengaplikasikan bahan – bahan kimia yang dapat mematikan hama tanaman. Di dalam bidang pertanian penggunaan pestisida mampu menekan kehilangan hasil tanaman akibat serangan hama dan penyakit yang mungkin meningkatkan hasil produksi pertanian. Karena keberhasilan tersebut di dunia pertanian, pestisida seakan–akan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari budidaya segala jenis tanaman baik hortikultura, pangan, dan perkebunan.
Beberapa pestisida dikelompokan berdasarkan pengaruh pada hama seperti :
a. Racun Perut
Insektisida memasuki tubuh serangga melalui saluran pencernaan makanan. Serangga terbunuh bila insektisida tersebut termakan oleh serangga. Serangga yang mencucuk tanaman dan kemudian menghisap cairan tanaman yang sudah mengandung insektisida akan mati. Insektisida sistemik dapat dimasukan dalam kelompok racun perut. Biasanya insektisida sistemik digolongkan kedalam dalam racun kontak (Untung,2006) .
b. Racun Kontak
Insektisida memasuki tubuh serangga bila serangga mengadakan kontak dengan insektisida atau serangga berjalan diatas tanaman yang telah mengandung insektisida. Insektisida masuk melalui dinding tubuh.
c. Fumigan
Insektisida yang mudah menguap menjadi gas dan masuk ke dalam tubuh serangga melalui sistem pernafasan serangga atau sistem trakea yang kemudian diedarkan ke seluruh jaringan tubuh. Karena sifatnya yang mudah menguap fumigan biasanya digunakan untuk mengendalikan hama simpanan yang berada diruang atau tempat tertentu dan untuk mengendalikan hama yang berada di dalam tanah.
Pengelompokan menurut sifat kimianya:
a. Organoklorin
Organoklorin merupakan kelompok insektisida sintetik, insektisida ini merupakan racun kontak atau racun perut,efektif mengendalikan larva,nimfa,dan imago dan kadang – kadang untuk pupa dan telur. Secara umum keracunan serangga oleh insektisida tersebut ditandai dengan terjadinya gangguan pada sistem syaraf yang mengakibatkan hiperaktivitas serta kematian karena terpengaruhnya keseimbangan ion- ion K dan Na dalam neuron.
b. Organofosfat
Insektisida ini pada umumnya merupakan insektisida beracun bagi serangga dan bersifat sebagai racun kontak, racun perut, fumigant. Insektisida OP adalah penghambat bekerjanya enzim asetilkolin esterase. Dalam system syaraf serangga antara sel syaraf atau neuron dengan sel–sel lain termasuk sel otot terhadap celah yang disebut sinapse.
Pengendalian secara kimia pada tanaman kopi adalah dengan penggunakan insektisida yang epektif dalam mengendalikan hama ulat api (Setora nitens dan Darna sp.) dengan menggunakan monocrotophos, dicrotophos.
2.3 Pengendalian Secara Terpadu
Konsep PHT muncul sebagai tindakan koreksi terhadap kesalahan dalam pengendalian hama yang dihasilkan melalui pertemuan panel ahli FAO di Roma tahun 1965. Di Indonesia, konsep PHT mulai dimasukkan dalam GBHN III, dan diperkuat dengan Keputusan Presiden No. 3 tahun 1986 dan undang-undang No. 12/1992 tentang sistem budidaya tanaman, dan dijabarkan dalam paket Supra Insus, PHT menjadi jurus yang dianjurkan (Arifin 2003). Adapun tujuan PHT adalah meningkatkan pendapatan petani, memantapkan produktifitas pertanian, mempertahankan populasi hama tetap pada taraf yang tidak merugikan tanaman, dan mempertahankan stabilitas ekosistem pertanian. Dari segi substansial, PHT adalah suatu sistem pengendalian hama dalam konteks hubungan antara dinamika populasi dan lingkungan suatu jenis hama, menggunakan berbagai teknik yang kompatibel untuk menjaga agar populasi hama tetap berada di bawah ambang kerusakan ekonomi. Dalam konsep PHT, pengendalian hama berorientasi kepada stabilitas ekosistem dan efisiensi ekonomi serta sosial. Dengan demikian, pengendalian hama dan penyakit harus memperhatikan keadaan populasi hama atau patogen dalam keadaan dinamik fluktuasi disekitar kedudukan kesimbangan umum dan semua biaya pengendalian harus mendatangkan keuntungan ekonomi yang maksimal.
Pengendalian hama dan penyakit dilaksanakan jika populasi hama atau intensitas kerusakan akibat penyakit telah memperlihatkan akan terjadi kerugian dalam usaha pertanian. Penggunaan pestisida merupakan komponen pengendalian yang dilakukan, jika; (a) populasi hama telah meninggalkan populasi musuh alami, sehingga tidak mampu dalam waktu singkat menekan populasi hama, (b) komponen-komponen pengendalian lainnya tidak dapat berfungsi secara baik, dan (c) keadaan populasi hama telah berada di atas Ambang Ekonomi (AE), yaitu batas populasi hama telah menimbulkan kerusakan yang lebih besar daripada biaya pengendalian. Karena itu secara berkelanjutan tindakan pemantauan atau monitoring populasi hama dan penyakit perlu dilaksanakan (Atman Roja 2009).
Pengendalian hama dan penyakit tanaman kopi secara terpadu sudah dilakukan dengan memadukan kultur teknis dan pemanfaatan agen hayati. Pemanfaatan agen hayati yang sudah di kembangkan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman kopi adalah jamur Beauveria bassiana (Bb) pada pengendalian hama BPko, Bacillus thuringiensis pada pengendalian ulat api, dan Kutu tempurung hijau pada pengendalian penyakit Bercak daun. Pengendalian secara kultur teknis yaitu dengan sanitasi kebun setiap 1 bulan sekali, yang bertujuan untuk memutus siklus hama dan penyakit.
BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1Waktu Dan Tempat
Kegiatan Praktek Lapangan dilaksanakan pada tanggal 29 Oktober 2012 di Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat, yang bertempat di jalan Pasir jati Km 10 Ujungberung Bandung dan Kebun Kopi milik ibu Rosiani yang bertempat di Jln Cigagak, Kel Palasari, Kec Cibiru Bandung.
BPTP Provinsi Jawa Barat terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan yaitu:
1. Pengembangan agen hayati di tingkat petani di 14 lokasi/Kabupaten/Kota di Jawa Barat yang diikuti oleh 20 orang petani (1 kelompok) di masing–masing lokasi. Jenis agen hayati yang dikembangkan berupa jamur sebanyak 5 jenis yaitu Tricoderma sp., Beauveria bassiana, Paecilomyces fumosoroseus, Spicaria sp., dan Metarrhizium anisopliane.
2. Pembibitan Tanaman Pestisida Nabati (Nimba)
3. Uji coba pengendalian OPT tanaman perkebunan dengan pestisida nabati

Pengamatan hama dan penyakit dilaksanakan di Laboratorium dan Kebun Percobaan. Pengamatan di laboratorium dengan melihat sample-sample hama yang sering menyerang tanaman kopi dilapangan dan bagian tanaman yang terserang penyakit. Sedangkan pengamatan di kebun Ibu Rosiani yaitu mengamati secara langsung tanaman yang terserang hama dan penyakit.
3.2 Bahan Dan Alat
Bahan yang digunakan dalam kegiatan praktek lapangan adalah:
1. Kamera digital
2. Alat tulis
3. Tulisan Berisi Pertanyaan
3.3 Metode
3.3.1 Wawancara
Metode yang digunakan dalam kegiatan praktek lapangan ini adalah metode wawancara. Wawancara dilakukan kepada ibu Ida Farida, SP sebagai staf ahli POPT, dengan memberikan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan pengendalian OPT tanaman kopi secara PHT, tetapi setelah itu menjadi sebuah diskusi. Kegiatan wawancara dilakukan dengan pengamatan langsung pada hama dan penyakit yang mengganggu tanaman. Hama dan penyakit yang di amati yaitu specimen hama dan penyakit yang ada di laboratorium, dan pengamatan langsung pada tanaman yang terserang hama penyakit di kebun milik ibu Rosiani.
3.3.2 Observasi
Observasi dilakukan dengan pengamatan langsung ke lapangan yaitu pada areal tanaman kopi milik Ibu Rosiani dengan luas areal yang di amati yaitu 1400 m2 dengan populasi tanaman 150 tanaman. Pada saat observasi, banyak hama dan penyakit yang ditemukan dalam tanaman kopi seperti Penggerek Buah (Hypotenemus hampei), Penggerek Ranting dan Batang, dan Karat Daun (Hemileia vastatrix).
3.4 Studi Literatur
salah satu permasalahan pada pertanaman kopi adalah serangan hama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei). Informasi mengenai ketahanan tanaman kopi terhadap hama PBKo diperlukan untuk strategi pengendalian dan perakitan varietas tahan. Penelitian ini mengulas ketahanan tanaman kopi terhadap hama PBKo bersumber dari berbagai informasi hasil-hasil penelitian yang menyangkut aspek fenologi tanaman kopi biologi kumbang H. hampei dan interaksi antara inang tanaman kopi dengan kumbang H. hampei. Hama PBKo menyebabkan kerusakan jaringan endosperma biji sehingga terjadi penurunan kualitas biji. Permasalahan hama PBKo lebih serius dijumpai pada kopi robusta (Coffea canefora) dibandingkan pada spesies kopi (Coffea arabica) terkait pada perbedaan tipe pembungaan dan kesesuaian lingkungan tumbuh. Mekanisme ketahanan antisenosis dipengaruhi oleh perbedaan fenologi buah seperti ukuran, bentuk biskus, warna, dan aroma. Tingkat kekerasan kulit tanduk diduga yang berperan dalam mekanisme antibiosis, sedangkan keserempakan waktu pemasakan buah dan ketinggian tempat dapat berpengaruh terhadap ekspresi ketahanan semu. Telah diinformasikan penemuan beberapa klon harapan tahan hasil seleksi yang dapat dimanfaatkan untuk perakitan varietas tahan dan studi mekanisme ketahan PBKo.
Penggerek ranting kopi (Xylosandrus compactus) merupakan hama utama yang menyerang tanaman kopi dan menyebabkan penurunan hasil kopi secara nyata. Proses pembuatan lubang yang dilakukan oleh X. compactus menyebabkan ujung ranting layu menguning dan mati. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur intensitas dan luas serangan, mengetahui musuh alami potensial yang ada di kebun kopi, mengetahui hama-hama lain yang menyerang tanaman kopi. Hama penggerek ranting kopi berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Drizd 2003 di Hawaii menunjukan bahwa kematian ranting akibat serangan X. compactus dapat menurunkan hasil panen yang cukup berarti. Peningkatan diversitas pohon penaung yang ditanam dalam sistem agroforesty berbasis kopi, mungkin dapat ditawarkan sebagai upaya pencegahan serangan X. compactus karena tiga alasan :
1. mengurangi serangan terhadap tanaman kopi dengan jalan memberikan peluang bagi hama untuk menyerang pohon penaungnya.
2. dapat mempertahankan intensitas cahaya dan suhu yang lebih rendah, sehingga memberikan kondisi yang optimal bagi tanaman kopi untuk tumbuh sehat.
3. memperbanyak jumlah predator bagi X. compactus pada sistem kopi multistrata.
Dengan menggunakan strategi biologi ini, diharapkan penggunaan insektisida kimia dapat ditekan serendah mungkin (Subekti Rahayu, 2006).

3.5 Cara Kerja


1. Penentuan luas areal pengamatan
Luas areal yang diamati yaitu 1400 m2,dengan populasi tanaman kopi 150 tanaman.
2. Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada 50 tanaman yang dijadikan sempel pengamatan, pengamatan yang dilakukan yaitu mengamati jenis OPT yang menyerang tanaman kopi, kemudian diamati cara OPT tersebut menyerang tanaman sampai tanaman menunjukan gejala serangan.
3. Pengklasifikasian hama dan penyakit
Hama yang terdapat pada tanaman kopi dikelompokan berdasarkan jenis hama dan serangan yang ditimbulkan oleh hama tersebut.
4. Menghitung jumlah populasi hama yang menyerang tanaman.
5. Mencocokan ciri–ciri yang ada pada sampel hama tersebut dengan buku kunci identifikasi hama.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Identifikasi

Identifikasi OPT dan gejala serangan yang diperoleh dari sampel tanaman yang diidentifikasi. Dari hasil identifikasi dilapangan terdapat tujuh OPT yang dominan menyerang tanaman kopi, empat diantaranya golongan hama (Setora nitens sp., Darna sp., Planococus sp., Hypotenemus hampei) dan tiga dari golongan penyakit (Hemileia vastatrix, Cercospora coffeicola, Capnodium sp).
Tabel: 1 Pengamatan Hama
No Nama Hama Gejala/Tanda Serangan Intensitas Serangan Jenis Hama Cara Pengendalian
1. Penggerek Buah (Hypotenemus hampei) Menghisap buah kopi dan selanjutnya merusak bagian biji kopi 30 tanaman yang terserang Hama utama Penyemrotan insektisida (Lephtopos)
2. Ulat Api
(Setora nitens)
Mengikis daging daun dari bagian bawah 30 tanaman yang terserang Hama utama Penyemprotan Hostathion 40 EC
3. Kutu Dompolan (Planococus sp) Menghisap cairan kuncup bunga 5 tanaman yang terserang Hama Minor Penyemprotan insektisida Orthene 75 SP
4. Penggerek ranting
(Cocus viridis)
Menghisap cairan ranting dan daun. Tanaman menjadi kerdil dan pertumbuhan tunas-tunas batang dan cabang menjadi pendek 30 tanaman yang terserang Hama Utama
Tabel: 2 Pengamatan Penyakit
No
Nama Penyakit
Lokasi Temuan
Gejala Serangan
Cara Pengendalian
1. Karat Daun (Hemileia vastatrix) Lembab dan ternaungi Menyerang daun sakit dan timbul bercak kuning Sanitasi lingkungan dan pemupukan
2. Bercak Daun (Cercospora coffeicola) Lembab dan ternaungi Daun yang sakit timbul bercak kuning dan dikelilingi halo (lingkaran berwarna kuning) Sanitasi lingkungan
3. Capnodium sp Lembab dan Ternaungi Adanya daun-daun disekitar koloni kutu, terutama daun-daun dibawahnya yang ditumbuhi cendawan jelaga (Capnodium sp) yang berwarna hitam. Gejala ini tidak khas, karena ada jenis kutu lain yang juga menimbulkan gejala seperti itu. Sanitasi lingkungan, kultur teknis

Tabel 3: Pengamatan Musuh Alami
No Nama
1. Semut Rangrang (Oecophylla smaragdina)
2. Laba – laba
3. semut gramang (Anoplolepis longipes Jerd


4.2 Pembahasan
1. Penggerek Buah Kopi
kopi
Penggerek buah kopi (PBKo) yaitu Hypothenemus hampei, Famili Scolytidae, Ordo Coleoptera. PBKo sangat merugikan, karena mampu merusak biji kopi dan sering mencapai populasi yang tinggi. Pada umumnya, hanya kumbang betina yang sudah kawin yang akan menggerek buah kopi; biasanya masuk buah dengan buat lubang kecil dari ujungnya. Kumbang betina menyerang buah kopi yang sedang terbentuk, dari 8 minggu setelah berbunga sampai waktu panen. Kondisi pertanaman yang umumnya mempunyai kelembaban yang cukup tinggi, kondisi tersebut akan menunjang terjadinya perkembangan hama tersebut. Tanaman yang naungannya lebih tinggi dapat menimbulkan kelembaban yang tinggi, sehingga perkembangan hama penggerek buah lebih cepat berkembang. Karena itu sangat penting sanitasi kebun dari buah yang tertinggal pada saat panen.


Daur Hidup
Kumbang betina menggerek ke dalam biji kopi dan bertelur sekitar 30-50 butir. Telur menetas menjadi larva yang menggerek biji kopi. Larva menjadi kepompong di dalam biji. Dewasa (kumbang) keluar dari kepompong. Jantan dan betina kawin di dalam buah kopi, kemudian sebagian betina terbang ke buah lain untuk masuk, lalu bertelur lagi. Jantan tidak bisa terbang sehingga tetap di dalam buah tempat lahirnya sepanjang hidup.
Hasil identifikasi, hama penggerek buah kopi ditemukan dalam stadia larva di dalam bagian dalam buah kopi, larva tersebut menggerek biji buah sehingga menimbulkan lubang – lubang kecil pada bagian buah. Buah yang terserang akan berwarna coklat dan selanjutnya berwarna hitam. Pengendalian yang dilakukan petani dalam mengendalikan hama penggerek buah kopi yaitu menggunakan insektisida dalam pengendaliannya, tetapi di BPTP sudah dikembangkan pengendalian secara biologis dengan memanfaatkan musuh alami jamur (Beauveria bassiana), metode ini sudah diaplikasikan ke beberapa perkebunan milik petani di Jawa Barat.
2 . Ulat Api (Setora nitens dan Darna sp.)
ulat api
Ulat api merupakan jenis ulat pemakan daun kopi yang paling sering menimbulkan kerugian di perkebunan kopi. Jenis-jenis ulat api yang paling banyak ditemukan adalah Setothosea asigna, Setora nitens, Darna trima, Darna diducta,  dan Darna bradleyi. Jenis yang jarang ditemukan adalah Thosea vestusa, Thosea bisura, Susica pallid, dan Birthamula chara (Norman dan Basri, 1992). Jenis ulat api yang paling merusak di Indonesia akhir-akhir ini adalah S. asigna, S. nitens, dan D. trima.

Daur Hidup
Siklus hidup masing-masing spesies ulat api berbeda. S. asigna mempunyai siklus hidup 106-138 hari (Hartley, 1979 dikutip dari Diah 2011). Telur berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval, sangat tipis dan transparan. Telur diletakkan berderet 3-4 baris sejajar dengan permukaan daun sebelah bawah, biasanya pada pelepah daun ke 6-17. Satu tumpukan telur berisi sekitar 44 butir dan seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur 300-400 butir. Telur menetes 4-8 hari setelah diletakkan. Ulat berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak yang khas di bagian punggungnya. Selain itu di bagian punggung juga dijumpai duri-duri yang kokoh. Ulat instar terakhir (instar ke-9) berukuran panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm. Stadia ulat ini berlangsung selama 49-50,3 hari. Ulat berkepompong pada permukaan  tanah yang relatif gembur di sekitar piringan atau pangkal batang kopi. Kepompong diselubungi oleh kokon yang terbuat dari air liur ulat, berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap. Kokon jantan dan betina masing-masing berukuran 16 x 13 mm dan 20 x 16,5 mm. Stadia kepompong berlangsung selama ±39,7 hari. Serangga dewasa (ngengat) jantan dan betina masing-masing lebar rentangan sayapnya 41 mm dan 51 mm. Sayap depan berwarna coklat tua dengan garis transparan dan bintik-bintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna coklat muda.
Hasil identifikasi ditemukan ulat api pada stadia telur. Ulat api menyerang tanaman kopi pada bagian daun. Daun akan berwarna coklat dan berlubang di bagian tengah.
3 Kutu Dompolan (Pseudococus sp)
Kutu Dompolan
Kutu dompolan atau Pseudococcus sp. menyerang tanaman dengan cara mengisap, mengisap cairan kuncup bunga, buah muda, ranting dan daun muda. Akibat seragan hama ini, pertumbuhan tanaman terhenti, daun-daun menguning, calon bunga gagal menjadi bunga dan buah rontok. Bila buah yang diserang tidak rontok maka perkembangan akan terhambat dan kulit keriput sehingga kualitas buah rendah. Ciri-ciri kutu dompolan adalah berbentuk bulat lonjong agak pipih. Tubuh larva dan betina ditutupi oleh lilin berwarna putih. Kutu jantan tidak ditutupi oleh lilin dan bersayap. Satu ekor kutu bisa menghasilkan 50–200 telur. Setelah empat sampai lima hari kemudian, telur akan menetas menjadi nimfa yang juga akan berwarna putih dan dapat menyerang tanaman seperti bentuk dewasa (Najiyati & Danarti, 2008).
Pengendalian kutu dompolan dan kutu hijau yang dilakukan petani ialah menyemprotkan insektisida jenis Anthio 330 EC, Hostathion 40 EC, Nogos 50 EC, dan sanitasi kebun. Adapun yang telah dikembangkan oleh BPTP yaitu pengendalian secara biologis, yaitu dengan melepaskan parasit Anagyrus grenii dan Leptomastix obyssinica, predator kumbang Symnus apiciflatus, Symnus roepkei, Cryptolaemus mentrouzier. Selain melepaskan musuh alami, pengendalian Secara mekanis yaitu memangkas bagian yang terserang, kemudian dibakar. Selain itu, membuang atau menanam pohon pelindung yang tidak disukai oleh hama tersebut seperti gamal (Glirisida maculata). Metode ini sudah dikembangkan kepada petani kopi di wilayah Jawa Barat. Hasil identifikasi ditemukan kutu dompolan pada stadia dewasa yang menyerang buah muda.
4. Penyakit Karat Daun (Hemileia vastatrix)
Penyakit Karat Daun  Penyakit Karat Daun 2
Penyakit karat daun kopi disebabkan oleh H. vastatrix yang dapat menyerang dipembibitan sampai tanaman dewasa. Gejala tanaman terserang, daun yang sakit timbul bercak kuning kemudian berubah menjadi coklat.
Permukaan bercak pada sisi bawah daun terdapat uredospora seperti tepung berwarna oranye atau jingga. Pada serangan berat pohon tampak kekuningan, daunnya gugur akhirnya pohon menjadi gundul. Penyebaran penyakit melalui uredospora yang dapat dibentuk sepanjang tahun. Perkembangan penyakit dipengaruhi oleh kelembaban. Spora yang telah matang dapat disebarkan oleh angin dan untuk perkecambahannya diperlukan tetesan air yang mengandung udara. Pengendalian yang dilakukan oleh petani ialah melakukan peremajaan seperti pemupukan, dan pemangkasan. Hal ini dapat memotong siklus perkembangan penyakit, karena intensitas sinar matahari yang cukup menekan kelembaban yang tinggi.
5. Cercospora coffeicola
Penyakit bercak daun kopi disebabkan oleh jamur C. coffeicola yang dapat muncul di pembibitan sampai tanaman dewasa serta menyerang buah kopi. Daun yang sakit timbul bercak berwarna kuning yang tepinya dikelilingi halo (lingkaran) berwarna kuning. Buah yang terserang timbul bercak berwarna coklat, biasanya pada sisi yang lebih banyak menerima cahaya matahari. Bercak ini membusuk dan dapat sampai ke biji sehingga menurunkan kualitas. Penyakit ini umumnya dijumpai dipertanaman yang kurang mendapat pemeliharaan. Penyebaran penyakit dibantu oleh keadaan lingkungan yang lembab dan pola tanam yang kurang baik. Penyebaran penyakit melalui spora yang terbawa angin dan aliran air hujan serta alat-alat pertanian.
Pengendalian penyakit dengan sanitasi kebun dan pemeliharaan yang intensif, seperti membuang bagian – bagian yang sakit dan selanjutnya dibenamkan di dalam tanah. Mengurangi kelembaban dengan pemangkasan yang teratur, pengaturan naungan dan drainase.
6. Capnodium sp.
cf
Gejala lain yang sering terlihat adalah adanya daun-daun disekitar koloni kutu, terutama daun-daun dibawahnya yang ditumbuhi cendawan jelaga (Capnodium sp) yang berwarna hitam. Gejala ini tidak khas, karena ada jenis kutu lain yang juga menimbulkan gejala seperti itu (Farida 2010).
Pengendaliannya cendawan jelaga tumbuh dengan memanfatkan embun madu yang dikeluarkan oleh kutu tempurung hijau yang biasanya menempel pada permukaan atas daun atau ranting yang ada dibawah koloni kutu. Kadang kala pada saat itu terdapat pula koloni semut yang memanfatkan embun madu. Jenis semut yang biasanya ditemukan adalah semut gramang (Anoplolepis longipes Jerd) (Diah, 2010).


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpuln
Dari hasil identifikasi Organisme Penggangu Tanaman (OPT) yang sudah dilakukan di perkebunan kopi Kabupaten Bandung dan didapatkan enam jenis OPT yang dominan menyerang tanaman kopi, diantaranya Setora nitens, Darna sp., Hypothenemus hampei, Hemileia vastatrix, Cercospora coffeicola, Capnodium sp., Planococcus sp. Dari 50 tanaman yang di identifikasi terdapat 30 tanaman yang terserang hama (Hypotenemus hampei), 30 tanaman yang terserang ulat api, 5 tanaman terserang kutu dompolan. Sedangkan tanaman yang terserang penyakit 30 tanaman yang terserang. Pengendaliann yang dilakukan petani dan BPTP yaitu lebih menitik beratkan pada sanitasi kebun dan teknis. Tetapi BPTP sudah mengembangkan pengendalian secara biologis dengan pemanfaatan musuh alami, metode ini sudah di aplikasikan ke kebun milik petani di daerah.
6.2 Saran
Hasil pembicaraan dengan petani dilokasi menunjukan sebagian besar petani masih belum memahami tentang keberadaan OPT dan pengendalian OPT dengan menetapkan pengendalian hama terpadu (PHT). Diaharapkan para petani lebih mampu menangani keadaan serangan OPT secara PHT dengan adanya pembinaan dari petugas BPTP. Peran serta pihak BPTP dalam membina petani lebih rutin, sehingga minat petani dalam pemeliharaan kebunnya dan penanganan OPT lebih intensif.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, 2003. Analisis Keanekaragaman Hayati Pada Ekosistem Padi Sawah. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Bioteknologi Pangan. Bogor
Atman, Roja. 2009. Pengendalian Hama Dan Penyakit Terpadu Pada Padi Sawah. Makalah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Sumatera Barat
Diah. 2011. Pemanfaatan Agen Hayati Metarizhium anisopilae.Brosur. BPTP Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat. Bandung
Farida. I. 2010. Identifikasi Dan Infentarisasi OPT Tanaman Kopi.Laporan Kegiatan Pembinaan. BPTP Dinas Perkebunan JABAR. Bandung
Najiati, dkk. 2008. Pengendalian Hama Dan Penyakit Tanaman Kopi. Makalah. Perlindungan Tanaman Faperta IPB. Bogor
Subekti Rahayu, dkk. 2006. Pengendalian Hama Xylosandrus compactus Pada Agroforesty Kopi Multistrata Secara Hayati. Jurnal Agrivita Vol. 28 No. 3. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Agung Wahyu. 2008. Ketahanan Tanaman Kopi (Coffea spp.) Terhadap Hama Penggerek Buah Kopi. Laporan Penelitian Kopi dan Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember.
Share this article :
Comments
3 Comments

3 komentar:

  1. makasih banyak sob makalah na

    BalasHapus
  2. Dari hasil identifikasi Organisme Penggangu Tanaman (OPT) yang sudah dilakukan di perkebunan kopi Kabupaten Bandung dan didapatkan enam jenis OPT yang dominan menyerang tanaman kopi, diantaranya Setora nitens, Darna sp., Hypothenemus hampei, Hemileia vastatrix, Cercospora coffeicola, Capnodium sp., Planococcus sp. Dari 50 tanaman yang di identifikasi terdapat 30 tanaman yang terserang hama (Hypotenemus hampei), 30 tanaman yang terserang ulat api, 5 tanaman terserang kutu dompolan. Sedangkan tanaman yang terserang penyakit 30 tanaman yang terserang. Pengendaliann yang dilakukan petani dan BPTP yaitu lebih menitik beratkan pada sanitasi kebun dan teknis. Tetapi BPTP sudah mengembangkan pengendalian secara biologis dengan pemanfaatan musuh alami, metode ini sudah di aplikasikan ke kebun milik petani di daerah. Negara Penghasil Kopi Terbesar Di Dunia

    BalasHapus
  3. Terperinci untuk penanganan hamanya, makasih

    BalasHapus

silahkan berkomentar

Klik Like ya Kawan! mudah-mudahan amal ibadahnya diterima. amiiiin.....
×

tukeran link yuk sob

 photo hery_zps5d15b497.jpg
Diberdayakan oleh Blogger.

Translate sama om google

indonesia

Topics :
 
Support : my fb | Your Link | my girl
Copyright © 2013. go green - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger