BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan selain dapat meningkatkan kesejahteraan manusia seringkali mengakibatkan kerusakan pada sumber daya alam dan lingkungan. Berbagai kasus yang merupakan dampak negatif dari perkembangan industri telah banyak mengakibatkan perubahan lingkungan hidup pada aspek fisika-kimia, biologi, dan sosial ekonomi masyarakat, sehingga secara langsung maupun tidak langsung akan memengaruhi makhluk hidup serta lingkungannya. Pada akhirnya akan memengaruhi tujuan utama dari pembangunan itu sendiri.
Adanya kegiatan industri yang berdekatan dengan daerah pertanian, berpotensi menurunkan kualitas tanah khususnya tanah sawah, karena limbah industri dibuang ke badan sungai atau badan air sedangkan sungai yang ada,airnya digunakan sebagai sumber irigasi bagi lahan pesawahan yang terdapat didaerah tersebut.Penggunaan pupuk anorganik memicu peningkatan kadar logam berat, pupuk yang diberikan ternyata mempunyai bahan ikutan sejumlah logam berat. Keadaan ini berlansung selama bertahun – tahun sehingga tanah tersebut mengandung logam berat (Ni,Pb,Co,dsb). Tingginya kandungan Natrium dalam tanah sawah dapat menyebabkan tanaman sulit tumbuh, akibatnya produksi yang dihasilkan dari tanah sawah tersebut mengalami penurunan. Selain itu adanya logam Cd,Cr dan Pb dalam tanah sawah kemungkinan akan terjerap dalam tanaman. Bila bagian tanaman seperti daun batang/biji di konsumsi hewan atau manusia maka lambat laun akan menimbulkan keracunan bagi yang mengkonsumsinya. Oleh sebab itu perbaikan sifat tanah yang tercemar perlu dilakukan agar tanaman bisa berproduksi lagi dengan baik (Dwi siwi,2009). Menurut (Undang kurnia et.el,2009) Ada beberapa cara yang dilakukan untuk perbaikan tanah sawah yaitu
bisa dilakukan dengan pencucian, pemberian bahan organik,bakteri dan tanaman air pengikat logam berat. 1.2 Tujuan
1. Memanfaatkan tanaman air sebagai pendegradasi logam berat
2. Menurunkan kadar polutan dalam tanah sawah dengan simulasi tanaman
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sumber Pencemaran Tanah Sawah
Dengan mengetahui sumber dan penyebab pencemaran,terutama yang terjadi pada lingkungan pertanian khususnya lahan sawah maka upaya penanggulangan dan pencegahanya dapat diupayakan secara lebih tepat dan terarah. Berbagai sumber dan penyebab pencemaran yang dapat mengakibatkan kemunduran kualitas tanah sawah diantaranya penggunaan bahan – bahan agrokimia, limbah industri termasuk limbah industri pertanian dan pertambangan.
2.1.1 Bahan – Bahan Agrokimia
Bahan – bahan agrokimia adalah pupuk dan pestisida yang digunakan secara luas dalam budidaya pertanian. Dalam pertanian dikenal pupuk hara makro, baik primer maupun sekunder dan pupuk hara mikro, kesemuanya diperlukan tanaman dengan tingkat kebutuhan dan takaran penggunaan yang berbeda tergantung jenis tanah dan jenis tanaman. Diantaranya adalah N,P,K,Ca,Mg selain C ,H dan O yang tersedia melimpah di alam berguna dalam proses fotosintesis, dan unsur hara mikro seperti S,Zn,Fe,Co dan Si yang dibutuhkan sedikit dalam konsentrasi tinggi, unsur – unsur tersebut dapat menimbulkan keracunan tanaman.
Pupuk nitrogen (N) berada dalam berbagai bentuk seperti NH4 dan NO3 dan mudah mengalami perubahan. Sebagian pupuk mengalami penguapan ke udara sebagian lagi mengalami pencucian atau erosi. Pemberian pupuk yang tidak benar dan berlebihan,seperti hanya disebar begitu saja menyebabkan sebagian pupuk hilang terbawa aliran permukaan, dan masuk kedalam sungai atau badan air . Keadaan ini tidak menguntungkan , karena pemupukan tidak menjadi efisien, sebaliknya terjadi pengkayaan N di badan air, yang dicirikan terjadinya etrofiksasi.
Penggunaan pestisida didalam budidaya tanaman, khususnya tanaman yang bernilai ekonomis tinggi sangat intensif, dan diberikan dalam takaran tinggi dengan tujuan untuk menjamin keberhasilan produk tersebut (Undang kurnia,et,el 2009)
2.1.2 Pencemaran Limbah Industri
Pencemaran yang di akibatkan oleh limbah industri di awali dari sungai tempat dibuangnya limbah. Permasalahan akan timbul ketika air tersebut digunakan sebagai sumber air pengairan untuk mengairi lahan sawah yang berada dibagian hilir, sebagian meresap ke dalam tanah dan menguap ke udara serta yang digunakan untuk proses fotosintesis.
2.2 Tanaman Hiperakumulator
Tanaman hiperakumulator harus mampu mentranslokasikan unsur-unsur tertentu tersebut dengan konsentrasi sangat tinggi ke pucuk dan tanpa membuat tanaman tumbuh dengan tidak normal dalam arti kata tidak kerdil dan tidak mengalami fitotoksisitas. Tanaman juga dikriteriakan sebagai hiperakumulator jika nilai bioakumulasi unsur tersebut adalah lebih besar dari nilai 1, di mana "nilai bioakumulasi" dihitung dari konsentrasi unsur tersebut di pucuk (shoot concentration) di bagi konsentrasi unsur di dalam tanah (defined as shoot concentration/total soil concentration) (Budi dan Joko, 2009).Tanaman misalnya, dapat dikatakan hiperakumulator Mn, Zn, Ni jika mampu menyerap lebih dari 10.000 ppm unsur- unsur tersebut, lebih dari 1.000 ppm untuk Cu, dan harus lebih dari 100 ppm untuk Cd, Cr, Pb, dan Co.
Menurut (Eva,2004) Sifat hipertoleran terhadap logam berat adalah kunci karakteristik yang mengindikasikan sifat hiperakumulator suatu tumbuhan. Suatu tumbuhan dapat disebut hiperakumulator apabila memiliki karakter-karakter sebagai berikut:
1. Tumbuhan memiliki tingkat laju penyerapan unsur dari tanah yang lebih tinggi dibanding tanaman lainnya.
2. Tumbuhan dapat mentoleransi unsure dalam tingkat yang tinggi pada jaringan akar dan tajuknya.
3. Tumbuhan memiliki laju translokasi logam berat dari akar ke tajuk yang tinggi sehingga akumulasinya pada tajuk lebih tinggi dari pada akar.
Pusat Penelitian Biologi LIPI menyatakan Azolla pinata. dan Helianthus annus (Compositae) diketahui memiliki kemampuan untuk mengakumulasi logam Cr dengan kuantitas yang hampir sama dengan beberapa tanaman Brassicaceae yaitu sebesar 167 -196 mg/kg (Anonim, 2007). Beberapa spesies rumput - rumputan (Poaceae) telah diuji pula kemampuannya dalam mengakumulasi logam. Panicum maximum diketahui dapat mengakumulasi logam Cd sebesar 175 mg/kg dan Eceng Gondok (Ecornia crassipers) memiliki kemampuan untuk mengolah limbah baik itu berupa logam berat, zat organik maupun anorganik. Seperti telah dibuktikan oleh Xia H & Ma X (1996) bahwa tanaman ini mampu mereduksi pestisida Phospor, serta V K Verma, dkk yang melaporkan bahwa tanaman ini mampu manyerap Pb dan Zn sebesar 17,6-80,3% dan 16,6-73,4% dari efluen industri kertas. Selain itu Sheffield (1997) melaporkan bahwa tanaman ini mampu menurunkan konsentrasi ammonia sebesar 81% dalam waktu 10 hari
2.2.1 Jenis – Jenis Tanaman Air Hiperakumulator
· Kiambang (Spirodella polyrrhiza) · Hidrilla (Hydrilla ferticillata)
· Mikania cordata
· (Ecornia crassipers)
2.3 Potensi Tanaman Air Meremediasi Logam Berat
2.3.1 Kayambang (Azolla piñata)
Azolla adalah asal kata dari bahasa latin yaitu azollaceae, yang merupakan tumbuhan paku air yang termasuk ordo Salviniales, famili Azollaceae. dan mempunyai enam spesies. Sangat mudah berkembang terkadang dianggap petani sebagai gulma atau limbah pertanian di daerah Sumatera umumnya disebut kiambang. Azolla pada daerah persawahan akan mengambang diatas permukaan air dan bila air surut akan menempel pada tanah yang lembab. Pemanfatan azolla sebagai pupuk pengganti urea telah banyak dilaporkan oleh karena dapat mengikat nitrogen yang cukup besar. Spesies yang banyak terdapat di Indonesia terutama di pulau Jawa adalah (Azolla pinnata), dan biasa tumbuh bersama-sama padi di sawah. (Undang,2009). Azolla biasa dan sering dijumpai terapung di perairan sawah dan kolam ikan, karena dianggap gulma, para petani lantas menyingkirkannya. Ditumpuk dan dibuang begitu saja. Padahal, bila dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman padi di sawah, azolla ini bisa menekan penggunaan pupuk urea sampai 65 Kg/ ha. Pamanfaatn Azolla selain sebagai sumber pupuk juga di kembangkan sebagai agen fitoremediasi yang telah dikembang di berbagai Negara, Azolla mampu menyerap dan menstabilkan unsur- unsur berikut :
1. Plumbum (Pb)
Azolla memilki adaptasi yang tinggi pada konsentrasi Pb, yang cukup tinggi. Hal ini di laporkan oleh Juhaeti dan Sayrif, 2003, bahwa Pertumbuhan azolla pada kosentrasi Pb 50 ppm lebih baik dibandingkan pada Pb 0 ppm, dimana azolla menyerap Pb pada Daun 5.5 ppm dan pada akar 18.2 ppm. Azolla yang di biakan pada air tailing justru mampu menyerap Pb pada daun hingga 94 ppm (Benihidayat,2011) dan pada air PAM hanya 22ppm. Rakhshaee dkk, 2005.Melaporkan bahwa pertumbuhan Azolla filiculoides, pada pemberian 5 mg/liter Pb dengan medium pertumbuhan dapat mengurangi konsentrasi hingga 0,7 mg/liter pada pH 8.
2. Arsenic
Azolla memiliki toleransi yang tinggi terhadap arsenic, artinya azolla mempunyai kemampuan dalam menyerap arsenic. Lima puluh strain Azolla di uji dan menunjukkan variasi yang besar di Sebagai akumulasi. Jenis Azolla yang memiliki akumulasi tertinggi adalah jenis Azolla carolininia, Azolla filiculoides. Azolla carolininia mempunyai akumulasi dua lipat dari Azolla filiculoides karena kecepatan arus yang lebih tinggi untuk arsenate. filiculoides A. lebih tahan terhadap arsenate eksternal karena penyerapan yang lebih rendah. Kedua strain menunjukkan tingkat yang sama toleransi untuk internal As. Arsenate dan arsenit adalah spesies yang dominan Seperti di kedua strain Azolla, dengan methlyated Sebagai spesies akuntansi untuk <5% dari total As. filiculoides A. memiliki proporsi yang lebih tinggi dari arsenit dari carolinia. Kedua strain effluxed arsenate lebih dari arsenit, dan jumlah Sebagai penghabisan adalah sebanding dengan jumlah akumulasi.
2.3.2 Eceng gondok ((Ecornia crassipers)
Eceng Gondok yang pada mulanya hanya dikenal sebagai tanaman gulma air, karena pertumbuhannya yang begitu cepat sehingga menutupi permukaan air, dan menimbulkan dampak pada menurunnya produksi di sektor perikanan juga menimbulkan permasalahan lingkungan lainnya, seperti cepatnya penguapan perairan. Namun, dilain sisi Eceng Gondok juga memberikan nilai tambah yang cukup prospektif (Eva setiawati,2004).
Dari hasil penelitian dalam kemampuan eceng gondok menyerap logam berat juga telah dilakukan oleh para pakar. Widyanto dan Susilo (1977) melaporkan, dalam waktu 24 jam eceng gondok mampu menyerap logam kadmium (Cd), merkuri (Hg), dan nikel (Ni), masing- masing sebesar 1,35 mg/g, 1,77 mg/g, dan 1,16 mg/g bila logam itu tak bercampur. Eceng gondok juga menyerap Cd 1,23 mg/g, Hg 1,88 mg/g dan Ni 0,35 mg/g berat kering apabila logam-logam itu berada dalam keadaan tercampur dengan logam lain. Lubis dan Sofyan (1986) menyimpulkan logam chrom (Cr) dapat diserap oleh eceng gondok secara maksimal pada pH 7. Dalam penelitiannya, logam Cr semula berkadar 15 ppm turun hingga 51,85 persen. Selain dapat menyerap logam berat, eceng gondok dilaporkan juga mampu menyerap residu pestisida, contohnya residu 2.4-D dan paraquat. Pada percobaan Chossi dan Husin (1977) diketahui eceng gondok mampu menyerap residu dari larutan yang mengandung 0,50 ppm 2.4-D sebanyak 0,296 ppm dan 2,00 ppm 2.4-D sebanyak 0,830 ppm dalam waktu 96 jam.
2.3.3 Hidrilla (Hydrilla ferticillata)
Akar tanaman Hydrilla berperan dalam proses penyerapan logam Cu karena pada bagian akar tersebut terdapat mikroorganisme yang dapat menyerap logam Cu. Mikroorganisme yang terdapat pada akar tanaman Hydrilla adalah mikhoriza yang berperan dalam pe-nyediaan unsur hara bagi tanaman. Meka-nisme bioremoval oleh mikroorganisme adalah melalui pertukaran ion yang dirumuskan sebagai berikut:
A2+ + (B-biomassa) _ B2+ + (A-biomassa)
Mekanisme bioremoval logam Cu terjadi melalui dua cara yaitu:
1. Passive uptake atau biasa disebut proses biosorpsi
Proses yang terjadi adalah pertukaran ion monovalen dan divalen seperti Na, Mg, dan Ca pada dinding sel Hydrilla yang digan-tikan oleh ion logam Cu.
2. Active uptake
Proses ini berlangsung karena adanya kebutuhan ion logam Cu untuk pertumbuhan mikroorganisme. Penyerapan logam Cu oleh mikroorganisme tersebut memer lukan bantuan Khelat (Chelat) yang digunakan untuk penyerapan dan pengangkutan unsur logam esensial. Khelat adalah zat yang terdiri atas banyak ligan yang mengikat logam (atom yang Berwarna). Khelat tersebut juga mampu mengikat dan menstabilkan logam beracun. Ikatan dari khelat yang kuat mampu me-ngubah logam menjadi non toksik.
2.4 Proses Fitoakumulasi
1. Phytoacumulation (phytoextraction) yaitu proses tumbuhan menarik zat kontaminan dari media sehingga berakumulasi di sekitar akar tumbuhan.
2. Rhizofiltration (rhizo: akar) adalah proses adsorpsi atau pengendapan zat kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar.
3. .Phytostabilization yaitu penempelan zat-zat kontaminan tertentu pada akar yang tidak mungkin terserap ke dalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat (stabil) pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media.
4. Rhyzodegradetion yaitu penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas mikroba yang berada disekitar akar tumbuhan.
5. Phytodegradation (phyto transformation) yaitu proses yang dilakukan tumbuhan untuk menguraikan zat kontaminan yang mempunyai rantai molekul yang kompleks menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan dengan susunan molekul yang lebih sederhana yang dapat berguna bagi pertumbuhan tumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat berlangsung pada daun, batang, akar atau di luar sekitar akar dengan bantuan enzym yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa tumbuhan mengeluarkan enzym berupa bahan kimia yang mempercepat proses degradasi.
6. Phytovolatization yaitu proses menarik dan transpirasi zat kontaminan oleh tumbuhan dalam bentuk yang telah menjadi larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi untuk selanjutnya di uapkan ke atmosfir.
BAB III
KESIMPULAN
Beberapa jenis tanaman air yang mampu mendegradasi logam berat. seperti tanaman kayambang (Azolla piñata),Eceng Gondok (Ecornia),Hidrylla mampu mendegradasi zat – zat logam berat pada tanah khususnya tanah sawah. Tanaman kayambang mampu menurunkan kadar polutan logam Pb sebesar 5,5 ppm pada bagian daun dan 18,5 ppm pada bagian akar, Eceng Gondok mampu menurunkan polutan logam Cd sebesar 1,23 mg/g dan Hg sebesar 1,88 mg/g, Hidrylla mampu menurunkan kadar polutan Cu sebesar 0,474 mg/L. Upaya penangulangan pencemaran logam pada tanah sangat efektif dengan bioremediasi yang memanfaatkan tanaman, selain efektif digunakan biaya yang dikeluarkan dapat diminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA
BENNY HIDAYAT,2011: POTENSI AZOLLA SEBAGAI PEMBERSIH LOGAM BERAT PADA TANAH SAWAH .Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Dwi Siwi Handayani,dkk,2009: PEMANFAATAN HYDRILLA (Hydrilla verticillata) UNTUK MENURUNKAN LOGAM TEMBAGA (Cu) DALAM LIMBAH ELEKTROPLATING STUDI KASUS: INDUSTRI KERAJINAN PERAK KELURAHAN CITRAN, KOTAGEDE. Teknik Lingkungan FT UNDIP Semarang. (Jurnal PRESIPITASI Vol. 7 No.2 September 2009, ISSN 1907-187X)
Eva Setiawati,2004: Kajian Enceng Gondok (Eichornia Crassipes) Sebagai Fitoremediasi. FMIPA UNDIP Semarang (Berkala Fisika ISSN : 1410 – 9662 Vol. 7, No. 1, Januari 2004, hal 11 – 15)
Henggar Hardiani,2009: POTENSI TANAMAN DALAM MENGAKUMULASI LOGAM Cu PADA MEDIA TANAH TERKONTAMINASI LIMBAH PADAT INDUSTRI KERTAS. Balai Besar Pulp Dan Kertas Bandung (BS, Vol. 44, No. 1, Juni 2009 : 27 – 40)
Popy Intan cahaya,dkk 2011: AKUMULASI LOGAM KOBALT DARI TANAH ANDOSOL MENGGUNAKAN TANAMAN SAWI INDIA (Brassica juncea). FTSL ITB Bandung
Roni Irawanto, 2010: FITOREMIDIASI LINGKUNGAN DALAM TAMAN BALI. UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi-LIPI (Volume: II, Nomor: 4, Halaman: 29 - 35 Desember2010)
Undang Kurnia,2008: Teknologi Pengendalian Pencemaran Tanah Sawah. Ilmu Tanah IPB Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan berkomentar