BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Mangrove sebagai ekosistem dapat didefinisikan sebagai mintakat (zona) antar pasang surut (pasut) dan supra (atas)-pasut dari pantai berlumpur teluk, danau (air payau) dan estuary, yang didominasi oleh halofit berkayu yang beradaptasai tinggi dan terkait dengan alur air yang terus mengaloir (sungai), rawa dan kali mati (backwater) bersama-sama dengan populasi flora dan fauna di dalamnya. Di tempat yang tak ada muara sungai biasanya hutan mangrove agak tipis. Sebaliknya, di tempat yang bernuara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung lumpur dan pasir, pada umumnya mangrove tumbuh meluas.
Ekosistem mangrove memiliki dua komponen lingkingan, yakni darat (terstrial) dan air (akuatik). Lingkungan akuatik pun pun dibagi kembali menjadi dua bagian yakni laut dan air tawar. Ekosistem mangrove terkenal sangat produktif, penuh dengan sumber daya namun peka terhadap gangguan. Mangrove juga dikenal sebagai pensubsidi energy, karena adanya arus pasang surut yang berperan menyebarkan zat hara yang dihasilkan oleh ekosistem mangrove ke lingkungan sekitarnya. Dengan potensi yang demikian rupa potensi-potensi lain yang dimilikinya, ekosistem mangrove telah menawarkan begitu banyak manfaat kepada manusia hingga keberadaannya di
alam tidak sepi dari perusakan, bahkan pemusnahanpun kerap dilakukan oleh manusia.
Ekosistem mangrove ditumbuhi sedikitnya oleh 89 jenis tumbuh-tumbuhan. Dari jumlah ini terdapat empat jenis yang dinamakan “strict mangrove”, yakni Avicennia, Excoecaria, Sonneratia dan Rhizophora. Selain ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan, ekosistem mangrove juga dihuni oleh berbagai jenis satwa. Sebagai contoh, jenis burung seperti Ardea cinerea (cangak abu), Nomenius schopus (gajahan sedang), Egretta sp. (kuntul), dan Larus sp. (camar). Satwa lainnya yang hidup di sana adalah Macaca fascicularis (kera ekor panjang), Varanus salvator (biawak), juga terdapat satwa yang hidup di dasar hutan mangrove seperti kepiting graspid dan ikan gelodong (Periohthalmus).
Hutan mangrove pada umumnya mendominasi zonazona pantai berlumpur dan delta estuaria pasang surut. Pada zona pasang surut yang luas mangrove membentuk hutan yang lebat, misalnya kawasan delta yang luas, lokasi penggenangan pasang surut, dan daerah yang merawa di muara sungai besar (Field, 1995). Pasang surut berpengaruh terhadap penyebaran jenis-jenis mangrove.
Komposisi flora hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh periode pasang surut laut pemasukan air permukaan yang masuk melalui sungai, sehingga akan terjadi perbedaan salinitasi di kawasan mangrove (Tjardhana dan Purwanto, 1995). Manfaat utama hutan mangrove di kawasan pesisir dan estuaria adalah untuk mencegah erosi, penahan ombak, penahan angin, perangkap sedimen dan penahan intrusi air asin dari laut. Peranan vegetasi mangrove di dalam lingkungan biologi adalah sebagai tempat pemijahan dan sebagai tempat asuhan bagi ikan dan biota laut serta habitat berbagai jenis burung (Sukardjo, 1986).
Secara fisik hutan mangrove berfungsi sebagai peredam hempasan gelombang. Sistem perakarannya dapat berperan sebagai perangkap sediment dan pemecah gelombang. Hal ini dapat terjadi apabila didukung oleh formasi hutan mangrove yang belum terganggu atau kondisinya masih alami. Kerapatan hutan mangrove yang cenderung menurun maka fungsinya sebagai peredam gelombang juga akan cenderung menurun (Tjardhana dan Purwanto, 1995). Sistem perakaran mangrove dapat mengikat dan menstabilkan substrat di garis pantai sehingga garis pantai tetap stabil, akibatnya badan pantai akan terus meninggi. Penanaman dan perlindungan mangrove merupakan salah satu sistem pelindung kestabilan garis pantai secara alami agar tidak mengalami abrasi sehingga akan mendukung proses ekologi di kawasan pesisir. Menurut Davie dan Sumardja (1997), gelombang dan arus pada daerah pantai dapat menyebabkan abrasi dan perubahan struktur hutan pantai di kawasan pesisir. Gilman et al. (2006) menambahkan, hutan mangrove dapat menjaga kestabilan garis pantai dari hantaman gelombang, sehingga pantai tidak terjadi erosi yang disebabkan oleh pasang surut dan gelombang.
b. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekologi Tanaman. Selain itu, makalah ini disusun guna memberikan informasi kepada mahasiswa dan masyarakat mengenai keberadaan hutan mangrove yang ada di pantai selatan jawa dengan hutan mangrove yang ada din pesisir pantai Aceh pasca tsunami.
c. Rumusan Masalah adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
· Pendahuluan
· Tahap pertumbuhan pohon
· Tahap pertumbuhan pancang
· Tahap pertumbuhan semai
· Indeks keragaman
· Profil vegetasi mangrove
BAB II
PEMBAHASAN
a. Pendahuluan
Kawasan pesisir setelah tsunami mengalami kerusakan, sebagian besar vegetasi pelindung kawasan pesisir mati akibat hantaman gelombang. Vegetasi yang mati meliputi hutan mangrove, hutan pantai dan hutan hujan tropis dataran rendah. Akibatnya, hutan kawasan pesisir yang rusak tersebut secara alami juga akan mengalami perubahan. Kawasan yang dipengaruhi oleh Selat Malaka atau Pantai Timur tingkat kerusakan tidak separah dibandingkan dengan kawasan yang dipengaruhi oleh Selat Malaka. Hal ini disebabkan karena pusat terjadinya gempa berada di sekitar Samudera Hindia (Suryawan dan Mahmud, 2005). Kematian vegetasi di kawasan pesisir akibat tsunami terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Fenomena ini merupakan aksi secara langsung terjadi patah pohon, pencabutan pohon, patah dahan dan terjadi pengguguran daun. Kematian vegetasi mangrove juga terjadi akibat faktor geomorfik. Kematian ini terjadi di dalam habitat mangrove baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti terjadi erosi yang menyebabkan terjadi kematian mangrove dan vegetasi pantai.
b. Tahap pertumbuhan pohon
Jumlah jenis mangrove pada tahap pertumbuhan pohon yang terdapat di lokasi penelitian terdiri atas 9 jenis (Gambar 1.). Terdapat satu jenis mangrove yang mendominasi kawasan peneitian pada tahap pertumbuhan pohon, yaitu: Rhizophora mucronata sebagaimana terlihat dari besarnya INP (118,62%). Jenis-jenis yang memperoleh INP tinggi berarti lebih menguasai habitatnya. R. mucronata lebih tinggi kerapatan, penyebaran dan dominansinya. Jenis ini lebih unggul dalam memanfaatkan sumberdaya atau lebih dapat menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan setempat.
Gambar 1. INP jenis Mangrove pada tahap pertumbuhan
Kerapatan individu mangrove pada tahapan pertumbuhan pohon sebesar 118 individu/ha. Distribusi jenis mangrove tidak merata dan didominasi oleh beberapa jenis, yaitu: R. mucronata dan Rhizophora apiculata. Tegakan mangrove di lokasi penelitian mampu menahan atau memecahkan gelombang setinggi hingga 5 m, sehingga pergerakan gelombang tsunami menjadi lambat, akibatnya bangunan atau perumahan penduduk tidak hancur total. Kawasan yang tidak dilindungi oleh tegakan mangrove mengalami tingkat kerusakan yang lebih parah, karena pergerakan gelombang sangat cepat dan tidak tertahan atau dipecahkan terlebih dahulu oleh tegakan mangrove. Menurut Gilman et al. (2006) secara fisik hutan mangrove mempunyai fungsi untuk melindungi pantai dari abrasi dan intrusi gelombang laut, melindungi daratan dari gelombang angin laut, menahan sedimentasi sehingga membentuk tanah baru, dan memperlambat kecepatan arus. Mangrove pada tahap pertumbuhan pohon memperlihatkan adanya pemisahan INP menjadi tiga kelompok, yaitu: tinggi (>78,08%) pada R. piculata, sedang (39,54-78,08%) pada R. apiculata (57,25%) dan Avicennia marina (40,19%), serta rendah (< 39,54%) pada Ceriops tagal, Nypa fructicans, Sonneratia alba, Bruguiera gymnorrhiza, dan Xylocarpus granatum (Gambar 2.). Pemisahan INP jenis yang sangat jauh mengindikasikan bahwa sebelum tsunami lokasi penelitian didominasi oleh R. mucronata, R. apiculata dan Avicennia marina.
c. Tahap pertumbuhan pancang
Jumlah jenis mangrove pada tahap pertumbuhan pancang di kawasan penelitian terdiri atas 10 jenis. Jenis mangrove pada tahap pertumbuhan ini didominasi R. Mucronata, sebagaimana terlihat dari besarnya INP (138,38%). Kerapatan mangrove pada tahap pertumbuhan pancang 633 individu/ha. R. mucronata merupakan salah satu jenis mangrove pada tahap pertumbuhan pancang yang lebih menguasai kawasan pantai timur Aceh. Pada mangrove kelompok pancang jumlah jenisnya tidak merata, baik kerapatan, dominansi maupun penyebarannya. Mangrove pada tahap pertumbuhan pancang memperlihatkan adanya pemisahan INP menjadi dua kelompok yaitu: tinggi (> 92,18%) pada R. mucronata. Jenis ini merupakan jenis yang paling menguasai lingkungan pesisir khususnya daerah berlumpur, serta rendah (< 46,09%) pada sembilan jenis mangrove lainnya. Jenis tersebut adalah A. marina, B. gymnorrhiza, Bruguiera parviflora, C. tagal, Excoecaria agallocha, R. apiculata, Rhizophora stylosa, S. alba dan X. granatum (Gambar 2.)
Gambar 2. INP jenis mangrove pada tahap pertumbuhan pancang di kawasan penelitian
d. Tahap pertumbuhan semai
Jumlah jenis mangrove pada tahap pertumbuhan semai yang terdapat di kawasan penelitian terdiri atas 10 jenis. R. mucronata mempunyai INP (50,92%), sedangkan jenis yang lain mempunyai INP (< 33,94%). Distribusi INP kelompok semai lebih seragam dibandingkan kelompok pancang. Kerapatan individu mangrove kelompok semai di kawasan penelitian sebesar 4925 individu/ha dan didominasi oleh R. mucronata. Menurut Suryawan (2006), R. mucronata merupakan salah satu jenis mangrove yang tumbuh cepat. Propagul yang ditancap ke tanah dalam tiga bulan telah tumbuh lima helai daun. Mangrove pada tahap pertumbuhan semai mempunyai tiga kelompok INP yaitu tinggi, sedang dan rendah. INP tinggi (> 33,94%) terdapat pada R. mucronata. Jenis ini merupakan jenis mangrove kelompok semai yang paling dominan dan tingkat penyebarannya lebih luas dan merata. INP sedang (16,97- 33,94%) terdapat pada C. tagal, R. apiculata, R. stylosa, dan S. alba. Jenis lainnya mempunyai INP rendah (<16,97%), yaitu: A. marina, B. gymnorrhiza, B. parviflora, N. fruticans, dan X. Granatum (Gambar 3.).
R. mucronata merupakan salah satu jenis mangrove yang tumbuh cepat, pertumbuhan optimal terjadi pada area yang tergenang. Jenis ini merupakan salah satu mangrove yang paling penting dan tersebar luas dengan perbungaan
terjadi sepanjang tahun. Pertumbuhan R. mucronata sering mengelompok, karena propagul yang sudah matang akan jatuh dan dapat langsung menancap ke tanah. Cruz (1980) menambahkan Rhizophora spp., Bruguiera spp., Aegiceras
spp., dan Ceriops spp. mempunyai biji yang berkecambah ketika masih berada di pohon induk (vivipar). Propagul vivipar merupakan suatu bentuk adaptasi reproduksi dari mangrove. Propagul yang masak akan jatuh dan berkembang sendiri pada daerahnya sendiri atau tersebar dibawa air saat pasang.
Gambar 3. INP jenis mangrove pada tahap pertumbuhan semai di kawasan penelitian
e. Indeks keragaman
Indeks keragaman jenis pada semua tahap pertumbuhan hutan mangrove di kawasan penelitian ditampilkan pada Gambar 4. Indeks keragaman jenis mangrove pada tahap pertumbuhan pohon, pancang, dan semai secara berturut-turut adalah H =1,67, 1,78, dan 2,13. Indeks keragaman tahap pertumbuhan pohon dan pancang tergolong rendah, sedangkan tahap pertumbuhan semai tergolong sedang. Kawasan hutan mangrove yang diamati dapat dikategorikan ke dalam komunitas yang tidak stabil, karena indeks keragamannya cenderung rendah. Indeks keragaman mangrove pada tahap pertumbuhan semai dan pancang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pohon, karena dalam selang waktu lebih dari dua tahun setelah tsunami telah terjadi pertumbuhan semai baru yang jatuh dari pohon induk. Hasil pengamatan juga memperlihatkan kondisi mangrove pada tahap pertumbuhan semai dan pancang sebagian besar masih mampu menahan gelombang di kawasan pantai timur Aceh. Hal ini dibuktikan oleh ditemukannya tahap pertumbuhan pancang yang merupakan peralihan dari tahapan semai sebelum tsunami. Menurut Pratiwi et al. (1996), permudaan alam merupakan salah satu bentuk regenerasi secara alamiah yang dilakukan oleh suatu jenis. Permudaan alam dapat tejadi jika pohon dari jenis-jenis penting itu tertinggal untuk berergenerasi.
Gambar 5. Indeks keragaman mangrove pada tiga tahap pertumbuhan di kawasn penelitian
f. Profil vegetasi mangrove
Tegakan hutan mangrove yang ditampilkan sebagai profil vegetasi mangrove disajikan pada Gambar 6. Tegakan ini mampu menahan gelombang tsunami pada tanggal 26 Desember 2005 yang di kawasan penelitian ini memiliki ketinggian rata-rata hingga 5 m. Terlihat penyebarannya membentuk dua zonasi yaitu zona Avicennia spp. atau daerah yang berdekatan dengan pinggir pantai dan zonasi dengan tegakan campuran yang terdiri dari Rhizophora spp., Ceriops spp., dan Bruguiera spp. pada daerah yang lebih jauh dari pinggir pantai. Pada profil vegetasi juga terlihat adanya daerah yang tidak ditumbuhi tegakan mangrove, karena telah dikonversi menjadi tambak. Menurut Bismark (1987), vegetasi mangrove dekat pantai didominasi Avicennia spp. Yang tumbuh pada substrat yang agak lembut dan lebih ke depan (ke arah laut). Sonneratia spp. tumbuh pada lumpur yang lunak dengan kandungan organik tinggi dan salinitas rendah atau lebih ke belakan. R. mucronata tumbuh pada tanah dengan kondisi yang agak basah lebih ke arah daratan. Di samping itu juga terdapat B. parviflora dan X. granatum pada arah daratan yang lebih kering.
Gambar 6. Profil vegetasi mangrove pada tiga tahap pertumbuhan di kawasan penelitian. Bp: Bruguiera parviflora, Ct: Ceriops tagal, Am: Avicennia marina, Rm: Rhizophora mucronata
BAB III
PENUTUP
a. Simpulan
Secara fisik hutan mangrove berfungsi sebagai peredam hempasan gelombang. Sistem perakarannya dapat berperan sebagai perangkap sediment dan pemecah gelombang. Hal ini dapat terjadi apabila didukung oleh formasi hutan mangrove yang belum terganggu atau kondisinya masih alami. Kerapatan hutan mangrove yang cenderung menurun maka fungsinya sebagai peredam gelombang juga akan cenderung menurun (Tjardhana dan Purwanto, 1995). Sistem perakaran mangrove dapat mengikat dan menstabilkan substrat di garis pantai sehingga garis pantai tetap stabil, akibatnya badan pantai akan terus meninggi. Penanaman dan perlindungan mangrove merupakan salah satu sistem pelindung kestabilan garis pantai secara alami agar tidak mengalami abrasi sehingga akan mendukung proses ekologi di kawasan pesisir.
Terdapat satu jenis mangrove yang mendominasi kawasan peneitian pada tahap pertumbuhan pohon, yaitu: Rhizophora mucronata sebagaimana terlihat dari besarnya INP (118,62%). Jenis-jenis yang memperoleh INP tinggi berarti lebih menguasai habitatnya. R. mucronata lebih tinggi kerapatan, penyebaran dan dominansinya. Jenis ini lebih unggul dalam memanfaatkan sumberdaya atau lebih dapat menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan setempat. R. mucronata dan Rhizophora apiculata. Tegakan mangrove di lokasi penelitian mampu menahan atau memecahkan gelombang setinggi hingga 5 m, sehingga pergerakan gelombang tsunami menjadi lambat, akibatnya bangunan atau perumahan penduduk tidak hancur total.
Pada mangrove kelompok pancang jumlah jenisnya tidak merata, baik kerapatan, dominansi maupun penyebarannya. Mangrove pada tahap pertumbuhan pancang memperlihatkan adanya pemisahan INP menjadi dua kelompok yaitu: tinggi (> 92,18%) pada R. mucronata. Jenis ini merupakan jenis yang paling menguasai lingkungan pesisir khususnya daerah berlumpur, serta rendah (< 46,09%) pada sembilan jenis mangrove lainnya. Jenis tersebut adalah A. marina, B. gymnorrhiza, Bruguiera parviflora, C. tagal, Excoecaria agallocha, R. apiculata, Rhizophora stylosa, S. alba dan X. granatumi.
R. mucronata merupakan salah satu jenis mangrove yang tumbuh cepat, pertumbuhan optimal terjadi pada area yang tergenang. Jenis ini merupakan salah satu mangrove yang paling penting dan tersebar luas dengan perbungaan
terjadi sepanjang tahun. Pertumbuhan R. mucronata sering mengelompok, karena propagul yang sudah matang akan jatuh dan dapat langsung menancap ke tanah.
Indeks keragaman tahap pertumbuhan pohon dan pancang tergolong rendah, sedangkan tahap pertumbuhan semai tergolong sedang. Kawasan hutan mangrove yang diamati dapat dikategorikan ke dalam komunitas yang tidak stabil, karena indeks keragamannya cenderung rendah. Indeks keragaman mangrove pada tahap pertumbuhan semai dan pancang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pohon, karena dalam selang waktu lebih dari dua tahun setelah tsunami telah terjadi pertumbuhan semai baru yang jatuh dari pohon induk.
b. Kata Penutup
Alhamdulillah makalah Ekologi Tanaman dengan judul Ekosistem Mangrove di Pesisir Pantai Nangroe Aceh Darussalam Pasca Tsunami dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Mungkin isi dari makalah ini sangatlah jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis mohon kritk dan sarannya demi kemajuan penulis ke depan, karena sesungguhnya kebenaran datang dan hanya milik Allah SWT, sedangkan kesalahan datang dari penulis pribadi. Meskipun demikian mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca. Amin.
Daftar Pustaka
Ekosistem.htm
Suryawan_vegetasi mangrove pasca tsunami di pesisir timur Aceh.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan berkomentar