Pages

Sabtu, 27 April 2013

PERUBAHAN EKOSISTEM PADA LAHAN PERTANIAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan berkat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah ” Peubahan Ekosistem Pada Lahan Pertanian”

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan Syukur Alhamdulillah karena telah dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Penyusun juga meminta maaf kepada para pembaca apabila dalam penulisan makalah ini banyak sekali kesalahan. Penyusun telah berusaha untuk menyempurnakan tulisan ini, namun sebagai manusia penulis pun menyadari akan keterbatasan pemikiran maupun kehilafan dan kesalahan yang tanpa disadari. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan kesempurnaan makalah ini.

Bandung, Desember 2012

Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Ekosistem adalah suatu unit fungsional dari berbagai ukuran yang tersusun dari bagian komponen dan sistem secara keseluruhan berfungsi berdasarkan suatu urutan kegiatan yang menyangkut energi dan pemindahan energi. Dengan beberapa perkecualian, sumber energi azali adalah matahari. Energi matahari ditangkap oleh komponen ototrofik yaitu tumbuh-tumbuhan hijau. Energi yang tertangkap disimpan dalam ikatan kimia zat organik tanaman, yang merupakan tanaman yang mendorong  terus berjalannya komponen heterotrofik sistem tersebut. Organisme heterotrofik meliputi semua bentuk – bentuk kehidupan yang lain.

Ekosistem pula merupakan kesatuan yang menyeluruh dan saling mempengaruhi yang membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup. Ekosistem dapat didefinisikan sebagai suatu organisasi antara komponen-komponen biotik dan nonbiotik yang saling mempengaruhi. Ekosistem dalam ekologi tidak hanya melibatkan suatu sistem antara tingkah laku (behavior) dari faktor-faktor biotik dan non biotik, tetapi melibatkan berbagai sistem dalam aliran energi dan siklus materi (Begon et al., 2006).

Dalam ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama dengan lingkungan fisik sebagai suatu sistem. Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik, sebaliknya organisme juga memengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup. Pengertian ini didasarkan pada Hipotesis Gaia, yaitu: "organisme, khususnya mikroorganisme, bersama-sama dengan lingkungan fisik menghasilkan suatu sistem kontrol yang menjaga keadaan di bumi cocok untuk kehidupan". Hal ini mengarah pada kenyataan bahwa kandungan kimia atmosfer dan bumi sangat terkendali dan sangat berbeda dengan planet lain dalam tata surya.

Kehadiran, kelimpahan dan penyebaran suatu spesies dalam ekosistem ditentukan oleh tingkat ketersediaan sumber daya serta kondisi faktor kimiawi dan fisis yang harus berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh spesies tersebut, inilah yang disebut dengan hukum toleransi. Misalnya: tikus memiliki toleransi yang luas terhadap suhu, namun memiliki toleransi yang sempit terhadap makanannya, yaitu bambu. Dengan demikian, panda dapat hidup di ekosistem dengan kondisi apapun asalkan dalam ekosistem tersebut terdapat bambu sebagai sumber makanannya. Berbeda dengan makhluk hidup yang lain, manusia dapat memperlebar kisaran toleransinya karena kemampuannya untuk berpikir, mengembangkan teknologi dan memanipulasi alam.

Ekosistem dibagi menjadi Ekosistem Alami (Natural Ecosystem) dan Ekosistem Buatan (Man madeecosystem). Ekosistem alami merupakan ekosistem yang terbentuk secara alami tanpa ada campur tangan manusia. Contoh ekosistem alami antara lain : Ekosistem Hutan Tropis, Danau, Mangrove, dan Savana. Ekosistem buatan merupakan ekosistem yang terbentuk dari hasil rekayasa manusia untuk memenuhi dan mencukupi kebutuhan hidup penduduk yang jumlahnya terus meningkat (Resosoedarmo, 1985).

I.2. Tujuan

Tujuan dibuat malakalah ini kami susun mengacu kepada pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa yang terjadi terhadap perubahan ekosistem pada areal pertanian?

2. Mengapa terjadi perubahan ekosistem pada areal pertanian?

3. Bagaimana dampak dan cara mengatasi perubahan ekosistem pada areal pertanian?

I.3. Rumusan Masalah

Kehidupan yang ada di muka bumi ini sebenarnya merupakan satu sistem ekologis. Sebagai suatu sistem, semua komponen penyusunnya seperti manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan akan saling memengaruhi komponen yang lainnya. Yang dimaksud system ekologis adalah berfungsinya perpindahan energi dan daur biogeokimia pada suatu ekosistem. Berpindahnya energi disertai dengan perpindahan zat dari air, tanah, dan udara ke organisme, lalu kembali ke air, tanah dan udara lagi. Lingkungan yang dapat menjamin kelangsungan sistem ekologi tersebut dinamakan lingkungan yang seimbang. Keseimbangan lingkungan yang dimaksud dapat terjadi jika faktor biotik dalam rantai makanan, jaring-jaring makanan, dan piramida makanan berada dalam komposisi seimbang. Kondisi lingkungan semacam itu yang akan menjamin terbentuknya ekosistem yang sehat.

Keseimbangan ekosistem tidaklah statis, artinya komponen penyusun ekosistem dapat mengalami kenaikan maupun penurunan jumlah populasi, namun dalam komposisi yang proporsional. Ekosistem seimbang didukung oleh banyak alternatif lintasan yang dapat dilalui zat untuk terjadinya daur materi dan perpindahan energi. Semakin banyak variasi jenis tumbuhan, herbivora, karnivora dan mikroba maka semakin banyak lintasan zat. Hal tersebut menyebabkan ekosistem tersebut semakin mantap keseimbangannya.

Jika satu jenis tumbuhan berkurang, masih tersedia jenis tumbuhan lain sebagai produsen yang menjadi sumber makanan bagi herbivora. Demikian pula, bila hewan herbivora tertentu jumlahnya berkurang masih ada jenis herbivora lainnya yang dapat dimakan oleh hewan karnivora. Seterusnya, bila ada jenis karnivora tertentu yang punah masih ada karnivora lain yang meneruskan perpindahan energi dan zat dalam komunitas tersebut. Sebaliknya, bila komunitas hanya beberapa jenis organisme yang terbatas akan menjadi kurang stabil.

Bila ada satu atau dua jenis organisme mengalami kepunahan tidak akan ada alternatif jalur yang dapat dilalui oleh zat dan energi, sehingga bila ada perubahan lingkungan maka akan ada yang mengalami kepunahan atau bahkan ada pertumbuhan populasi (booming populasi) yang tidak seimbang. Keseimbangan lingkungan akan stabil dan akan tetap terjaga apabila jumlah individu produsen lebih besar daripada jumlah konsumen I, demikian juga jumlah konsumen I harus lebih besar dari jumlah konsumen II, dan seterusnya jumlah konsumen II harus lebih besar dari jumlah konsumen III. Apabila faktor biotik dan abiotik mengalami perubahan maka keseimbangan lingkungan menjadi terganggu, misalnya akibat penggundulan hutan, bencana alam adan perburuan liar.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Lahan pertanian yang mengalami degradasi

Tekanan pada ekosistem tanah di Indonesia akan terus meningkat sejalan dengan perkembangan kepadatan jumlah penduduk. Jumlah penduduk di Indonesia diproyeksikan pada tahun 2020 akan mencapai 262 juta jiwa, sehingga sector pertanian dipacu meningkatkan produksi dan produktivitas berbagai komoditi pertanian (pangan, holtikulutura, perkebunan, dan lain-lainnya) baik melalui program intensifikasi maupun ekstentifikasi.

Degradasi lahan ditandai oleh penurunan atau kehilangan produktivitas lahan, baik secara fisik, kimia, dan biologi maupun ekonomi. Degradasi lahan diakibatkan oleh kesalahan dalam pengelolaan dan penggunaan lahan. Pengelolaan dan penggunaan lahan meliputi pembukaan lahan (land clearing), penebangan hutan (deforestation), konversi untuk nonpertanian, dan irigasi. Kesalahan dalam pengelolaan dan penggunaan lahan akan menimbulkan polusi, erosi, kehilangan unsur hara, pemasaman, penggaraman (salinization), sodifikasi dan alkalinasi (sodification and alkalinization), pemadatan (compaction), hilangnya bahan organik, penurunan permukaan, kerusakan struktur tanah, penggurunan (desertification), dan kehilangan vegetasi alami dalam jangka panjang (Agus 2002).

Memburuknya kondisi lahan menyebabkan masyarakat yang tinggal di kawasan yang mengalami degradasi menghadapi berbagai ancaman seperti kekurangan sumber air, kelaparan, dan munculnya berbagai penyakit. Selain itu, degradasi lahan secara global akan mengancam kelestarian keanekaragaman hayati dan menaikkan suhu permukaan bumi. Pada tahun 1992, Departemen Pertanian mencatat lebih dari 18 juta ha lahan di Indonesia telah terdegradasi, meliputi 7,50 juta ha lahan potensial kritis, 6 juta ha lahan semikritis, dan 4,90 juta ha lahan kritis. Sementara itu Departemen Kehutanan mencatat 13,20 juta ha lahan yang terdegradasi, 5,90 juta ha terdapat di dalam kawasan hutan dan 7,30 juta ha di luar kawasan hutan. Badan Pusat Statistik (2002) bahkan mencatat luas lahan yang terdegradasi mencapai 38,60 juta ha.

Perbedaan data ini terjadi karena criteria yang digunakan untuk mendelineasi lahan tidak sama antara ketiga institusi tersebut. Selain itu, penelitian Badan Litbang Pertanian bekerja sama dengan IRRI menyimpulkan bahwa banyak lahan sawah intensif terutama di Jawa mengalami degradasi kesuburan (kimiawi) terutama penurunan kandungan Corganik, atau kadang disebut sebagai lahan sakit (soil sickness). Hal ini merupakan tantangan dalam menetapkan kriteria baku lahan terdegradasi sehingga dapat digunakan secara nasional dan perbedaan data yang mencolok dapat dihindarkan.

2.2 Perubahan Terhadap Lahan Pertanian

Penggunaan lahan diatas daya dukungnya tanpa diimbangi dengan upaya konservasi dan perbaikan kondisi lahan akan menyebabkan degradasi lahan. Lahan di daerah hulu dengan lereng curam yang hanya sesuai untuk hutan, apabila mengalami alih fungsi menjadi lahan pertanian tanaman semusim akan rentan terhadap bencana erosi dan atau tanah longsor. Perubahan penggunaan lahan miring dari vegetasi permanen (hutan) menjadi lahan pertanian intensif menyebabkan tanah menjadi lebih mudah terdegradasi oleh erosi tanah. Praktek penebangan dan perusakan hutan (deforesterisasi) merupakan penyebab utama terjadinya erosi di kawasan daerah aliran sungai (DAS).

Penurunan produktivitas usaha tani secara langsung akan diikuti oleh penurunan pendapatan petani dan kesejahteraan petani. Disamping menyebabkan ketidak-berlanjutan usaha tani di wilayah hulu, kegiatan usaha tani tersebut juga menyebabkan kerusakan sumber daya lahan dan lingkungan di wilayah hilir, yang akan menyebabkan ketidak-berlanjutan beberapa kegiatan usaha ekonomi produktif di wilayah hilir akibat terjadinya pengendapan sedimen, kerusakan sarana irigasi, bahaya banjir dimusim penghujan dan kekeringan dimusim kemarau.

Tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan di lingkungan pertanian dapat disebabkan karena penggunaan agrokimia (pupuk dan pestisida) yang tidak proporsional. Dampak negatif dari penggunaan agrokimia antara lain berupa pencemaran air, tanah, dan hasil pertanian, gangguan kesehatan petani, menurunnya keanekaragaman hayati, ketidak berdayaan petani dalam pengadaan bibit, pupuk kimia dan dalam menentukan komoditas yang akan ditanam. Penggunaan pestisida yang berlebih dalam kurun yang panjang, akan berdampak pada kehidupan dan keberadaan musuh alami hama dan penyakit, dan juga berdampak pada kehidupan biota tanah. Hal ini menyebabkan terjadinya ledakan hama penyakit dan degradasi biota tanah.
Penggunaan pupuk kimia yang berkonsentrasi tinggi dan dengan dosis yang tinggi dalam kurun waktu yang panjang menyebabkan terjadinya kemerosotan kesuburan tanah karena terjadi ketimpangan hara atau kekurangan hara lain, dan semakin merosotnya kandungan bahan organik tanah.
Penanaman varietas padi unggul secara mono cultur tanpa adanya pergiliran tanaman, akan mempercepat terjadinya pengurasan hara sejenis dalam jumlah tinggi dalam kurun waktu yang pendek. Hal ini kalau dibiarkan terus menerus tidak menutup kemungkinan terjadinya defisiensi atau kekurangan unsur hara tertentu dalam tanah.

Akibat dari ditinggalkannya penggunaan pupuk organik berdampak pada penyusutan kandungan bahan organik tanah. Sistem pertanian bisa menjadi sustainable (berkelanjutan) jika kandungan bahan organik tanah lebih dari 2%. Bahan organik tanah disamping memberikan unsur hara tanaman yang lengkap juga akan memperbaiki struktur tanah, sehingga tanah akan semakin remah. Namun jika penambahan bahan organik tidak diberikan dalam jangka panjang kesuburan fisiknya akan semakin menurun.

2.3 Mengembalikannya Ekosistem Pada lahan Pertanian

Dalam praktek budidaya pertanian sendiri sering akan menimbulkan dampak pada degradasi lahan. Dua faktor penting dalam usaha pertanian yang potensial menimbulkan dampak pada sumberdaya lahan, yaitu tanaman dan manusia (sosio kultural) yang menjalankan pertanian. Diantara kedua faktor, faktor manusialah yang berpotensi berdampak positip atau negatip pada lahan, tergantung cara menjalankan pertaniannya. Apabila dalam menjalankan pertaniannya benar maka akan berdampak positip, namun apabila cara menjalankan pertaniannya salah maka akan berdampak negatif. Kegiatan menjalankan pertanian atau cara budidaya pertanian yang menimbulkan dampak antara lain meliputi kegiatan pengolahan tanah, penggunaan sarana produksi yang tidak ramah lingkungan (pupuk dan insektisida) serta sistem budidaya termasuk pola tanam yang mereka gunakan.

Konsep pertanian berkelanjutan untuk mengembalikan ke ekosistem alami haruslah menjamin kualitas lahan kita tetap produktif dengan menerapkan upaya konservasi dan rehabilitasi terhadap degradasi. Kebijakan pembangunan pertanian dewasa ini lebih banyak terfokus kepada usaha yang mendatangkan keuntungan ekonomi jangka pendek dan mengabaikan multifungsi yang berorientasi pada keuntungan jangka panjang dan keberlanjutan (sustainabilitas) system usaha tani. Pertanian berkelanjutan, suatu bentuk yang memang harus dikembangkan jika kita ingin menjadi pewaris yang baik yang tidak semata memikirkan kebutuhan sendiri tetapi berpandangan visioner ke depan. Pembangunan pertanian berkelanjutan menyiratkan perlunya pemenuhan kebutuhan (aspek ekonomi), keadilan antar generasi (aspek sosial) dan pelestarian daya dukung lingkungan/lahan (aspek lingkungan).

Sehingga harus ada keselarasan antara pemenuhan kebutuhan dan pelestarian sumberdaya lahannya. Pembangunan pertanian yang dilaksanakan masa lalu belumlah sepenuhnya menggunakan tiga aspek pembangunan yang berkelanjutan secara seimbang, sehingga masih banyak keluarga yang tergolong miskin, dan terjadi degradasi lahan sehingga mengganggu keberlanjutan pembangunan ekonomi dan sosial.

Berbagai praktek explorasi lahan yang tidak sesuai dengan daya dukung lahannya hendaklah dihindari. Penggunaan lahan diatas daya dukung lahan haruslah disertai dengan upaya konservasi yang benar-benar. Oleh karena itu, untuk menjamin keberlajutan pengusahaan lahan, dapat dilakukan upaya strategis dalam menghindari degradasi lahan melaui: (1) Penerapan pola usaha tani konservasi seperti agroforestry, tumpang sari, dan pertanian terpadu; (2) Penerapan pola pertanian organik ramah lingkungan dalam menjaga kesuburan tanah; dan (3) Penerapan konsep pengendalian hama terpadu merupakan usaha-usaha yang harus kita lakukan untuk menjamin keberlanjutan usaha pertanian kita dan jika kita ingin menjadi pewaris yang baik.

Membawa atau merubah ekosistem buatan ke ekosistem alami membutuhkan proses yang lama karena melibatkan sifat dan mental dari petani yang bersangkutan. Pelaksanaan kegiatan ini melibatkan tenaga- tenaga akademis sebagai mediator atau fasilitator dan motifator dan didukung dengan konsep pertanian terintegrasi.

Sejalan dengan perubahan yang telah dilakukan untuk mengembalikan lahan pertanian berbasis organic untuk melestarikan salah satu pembentuk ekosisitem alami yaitu biotok khususnya musuh alami. Selain itu untuk mengembalikan tanah yang sudah dicemari oleh kimia aktif yang residunya dapat merusak tanah sekaligus makhluk hidup dalam tanah. Pertanian yang alami dan bebas dari pengaruh pestisida walaupun produk pertanian tersebut di dapat dengan harga yang lebih mahal dari produk pertanian yang menggunakan pestisida (Ton, 1991).

Walaupun demikian abiotik sangat berpengaruh terhadap perubahan ekosistem salah satu yang sangat berpangaruh yaitu ikilim yang sangat tidak tentu yang menyebabkan terjadinya kurang seimbangnya pada lahan pertanian. Salah satu contohnya yaitu hewan dan tumbuhan dapat bermigrasi untuk beradaptasi terhadap kenaikan temperatur akibat perubahan iklim, kecepatan migrasi jenis berbeda-beda sehingga di habitat yang baru terjadi perubahan komunitas hewan dan tumbuhan. Pada umumnya kecepatan migrasi jenis tumbuhan lebih rendah daripada kecepatan migrasi hewan. Dalam kasus ini bila tumbuhan tersebut merupakan makanan utama jenis hewan yang bermigrasi maka hewan tersebut di habitat yang baru kurang atau tidak mendapat makanan utama. Akibatnya akan berpengaruh terhadap kehidupanny a dan bila hewan tersebut tidak mampu beradaptasi dengan jenis makanan yang tersedia di habitat y ang baru, populasinya akan terhambat bahkan akhirnya dapat punah.

Kita tidak sadar bahwa organisme pada lahan pertanian sebagian besar adalah musuh alami bagi hama, namun karena pemakian pestida itulah keanekaragaman musuh alami punah pada lahan pertanian. Salah satu cara untuk meningkatkan musuh alami tersebut dengan menggunakan pengendalian musuh alami dan dihilangkannya penggunaan pestisida kimia dan beralih ke pestisida hayati atau organic.

BAB III

KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan yang telah merujuk dari pertanyaan yang telah di ungkapkan:

1. Perubahan yang terjadi sangatlah menghawatirkan hilangnya organisme lain menyebabkan tidak seimbangnya beberapa musuh alami untuk hama pada areal pertanian.

2. Terjadinya perubahan ekosistem pada areal pertanian secara tidak langsung disengaja oleh para petani yang mempunyai areal lahan tersebut, dengan menggunakan bahan kimia aktif untuk meningkatkan kualias dan kuantitas hasil yang diperoleh. Mereka tidak sadar akan tidak seimbangnya antara biotic dan abiotik tersebut sangat mempengaruhi hasil yang lebih baik. Selain itu terjadinya ekosistem diakibatkan Karena alam itu sendiri.

3. Dampak yang terasa yaitu hilangnya organisme yang lain akibat perubahan ekosistem alami ke ekosistem buatan, pada dasarnya pertnanian mengubah ekosistem dari alami kebuatan akan tetapi manusia bisa mengembalikan ekosistem tersebut namun secara perlahan dan membutuhkan waktu yang lama.

DAFTAR PUSTAKA

- E. Kang. 2006. Vegetation and carbon sequestration and their relation to water resources in an inland river basin of Northwest China.

- Hosam E. A. F. Bayoumi Hamuda, István Patkó. 2010. Relationship between Environmental Impacts and Modern Agriculture. Rejtő Sándor Faculty of Light Industry and Environmental Protection Engineering, Óbuda University.

- Jeriels Matatula. Upaya Rehabilitasi Lahan Kritis Dengan Penerapan Teknologi Agroforestry Sistem Silvopatoral Di Desa Oebila Kecamatan Fatlue Kabupaten Kupang. Politeknik Pertanian Negeri Kupang.

- Prof Dr Ir Soemarno MS, pslp-ppsub. 2010. Ekosistem Sawah.

- Stewart Locki and David carpenter. Agriculture, Biodiversity and market Livelohoods and Agroecology In Comparatif Perspektif. London, Wasington DC.

- Steven F. Railsback, Matthew D. Johnson. 2011. Ecological Modelling, Pattern-oriented modeling of bird foraging and pest control in coffee farms. Department of Wildlife, Humboldt State University, Arcata. USA.

- Titus Tri Wibowo, 1990, Dampak Perubahan Iklim terhadap Ekosistem, Genewa.

1 komentar:

silahkan berkomentar