BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas. Poir) di Indonesia merupakan salah satu tanaman yang cukup penting, baik sebagai makanan pokok alternatif di musim paceklik maupun makanan tambahan dalam rangka diversifikasi makanan. Ubi jalar mengandung air 64,60-79,59%, abu 0,92-0,98%., pati 17,06-28,19%, Protein 1,19-2,07%, gula 0,38-0,43%, serat kasar 2,16-5,24% dan beta karoten 17,42-51,20%. Oleh karena itu ubi jalar memegang peranan penting dalam ketahanan pangan masyarakat.
Hampir seluruh bagian ubi jalar dapat dimanfaatkan yaitu a) Daun: sayuran, pakan ternak, b) Batang: bahan tanam, pakan ternak, c) Kulit ubi: pakan ternak, d) Ubi segar: bahan makanan, e) Tepung ubi jalar: makanan, f) Pati ubi jalar : fermentasi, pakan ternak, asam sitrat.
Ubi jalar (Ipomea batatas L) merupakan salah satu tanaman bahan makanan yang mempunyai daya adaptasi tinggi terhadap tanah kurang subur dan kekeringan. Di Daerah Istimewa Yogyakarta tanaman umbi-umbian meskipun masih berada dibawah potensi, namun produksi dan produktivitasnya sudah cukup baik. Pencapaian produksi tersebut, dengan sistem budidaya tanaman dengan menggunakan teknologi pemupukan anorganik, belum sepenuhnya memanfaatkan kearifan lokal yang ada, seperti menggunakan pupuk organik, sehingga hal tersebut kalau dilanjutkan dan berkembang terus akan bertentangan dengan pertanian organik yang saat ini baru menjadi trend masyarakat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya produksi umbi ubi jalar antara lain disebabkan: populasi tanaman rendah per satuan luas, teknik budidaya masih jarang dilakukan, pemanfaatan lahan intensitasnya tinggi sehingga terjadi kehilangan unsur hara tanah yang terbawa hasil panen maupun erosi tanah, terjadinya serangan OPT utama yaitu hama boleng apabila musim tanamnya tidak sesuai dan adanya faktor-faktor non teknis atau faktor penghambat (antara lain: harga rendah, bukan merupakan faktor yang utama).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari kunujungan dan pengamatan kami ialah sebagai berikut :
- Menarik informasi melalui wawancara dengan narasumber dan pengamatan langsung mengenai tanaman ubi jalar dan kegiatan pengendalian hamanya;
- Mengamati langsung bentuk / gejala - gejala kerusakkan yang disebabkan oleh hama pada tanaman ubi jalar; dan
- Mengamati langsung wujud hama - hama yang menyebabkan kerusakkan pada tanaman ubi jalar.
1.3 Rumusan Masalah
- Bagaimana teknik budidaya ubi jalar yang digarap didaerah setempat ?
- Hama atau penyakit jenis apa saja yang biasa menyerang tanaman ubi jalar setempat ?
- Bagaiman bentuk / gejala – gejala kerusakkan yang terjadi pada tanaman ubi jalar setempat ?
- Bagaimana bentuk teknis pengendalian yang dilakukan ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Ubi Jalar
Ubi jalar mempakan palawija penghasil karbohidrat terpenting setelah jagung dan ubi kayu. selain karbe hidrat, ubi jalar juga meigandung vitamin A dan C. Kandungan vitamin A ubi jalar yang daging umbinya berwarna jingga setara dengan wolter dan kandungan vitamin C-nya hampir sama dengan tomat (Widodo dan Antarlina 1996).
Selain untuk pangan, ubi jalar juga dapat digunakan untuk pakan dan bahan baku industri. Menurut Winamo (1982), ubi jalar dinegara maju banyak dimanfaat-kan untuk bahan baku industri. Due11 (1992) melaporkan, ubi jalar di Jepang diolah menjadi permen, es krim, beverage (sejenis minuman), mie, alkohol, dan pakan. Lebih lanjut dilaporkan bahwa di Imozen Kawagoe Saitama, Jepang, terdapat restoran dengan menu utama ubi jalar. Ubi-ubian (termasuk ubi jalar) menempati kedudukan dan peranan yang cukup penting karena mempunyai keunggulan komparatif yaitu dapat tumbul: pada lingkungan agroekologi yang relatif kurang subur (Dimyati dan Manwan 1992; Pellokila 1992). Selain toleran terhadap lahan kurang subur, ubi jalar juga tahan terhadap cekaman kekeringan (Ouwueme 1978).
Pada kondisi kekeringan, akar ubi jalar rnampu menembus kedalaman tanah sampai dua meter. Oleh karena itu, tanaman ubi jalar juga dibudidayakan sebagai tanaman penyangga terhadap kemungkinan tejadinya bencana kekeringan, terutama di daerah dataran tinggi.
Tanaman ubi jalar juga termasuk tanaman pangan yang potensial untuk diversifikasi dalam rangka memenuhi kebutuhan kalori. Beberapa varietas merupakan sumber vitamin C dan β_caroten yang sangat baik serta kaya serat kasar. Ubi jalar termasuk tanaman dikotiledon, kedudukan dalam sistematika adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dikotiledoneae
Ordo : Convolvulales
Family : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea batatas (L.) Lam.
Batang tanaman ubi jalar tidak berkayu dan banyak percabangannya. Bentuk batang bulat, berbuku-buku dan tipe pertumbuhannya tegak atau menjalar. Panjang batang bertipe tegak anatar 1-2 m, sedangkan pada tipe menjalar antara 2-3 m (Yusuf, 2004).
Daun berbentuk bulat atau seperti jari tangan dengan warna bervariasi dari hijau tua sampai hijau kekuningan. Bentuk umbi ada yang bulat besar, lonjong kecil memanjang atau bentuknya tidak beraturan, warna kulit umbi dan dagingnya ada yang ungu kemerahan sampai kuning, putih dan kuning jingga (Sarwono, 2002).
Menurut Yufdy dkk., (2006), varietas ubi jalar cukup banyak. Namun, baru 142 jenis yang sudah diidentifikasi oleh para peneliti.
Varietas yang digolongkan sebagai varietas unggul harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Berdaya hasil tinggi, di atas 30 t/ha
b) Berumur pendek antara 3-4 bulan
c) Rasa ubi enak dan manis
d) Tahan terhadap hama penggerek umbi (Cylas sp) dan penyakit kudis.
e) Kadar karotin tinggi di atas 10 mg/100g
f) Keadaan serat ubi relatif rendah.
Beberapa varietas unggul yang telah dilepaskan ke lapangan memiliki umur yang berbeda, demikian juga dengan tingkat ketahanan hama boleng Cylas sp.
Selajutnya berdasarkan segi teknis budidayanya, ubi jalar akan tumbuh maksimal jika ditanam berdasarkan kriteria-kriteria dibawah ini :
1. Syarat Tumbuh
§ Ketinggian 500-1000 m dpl
§ Suhu optimal 250C-270C, Curah hujan 750-1500 mm/tahun
§ pH tanah 5,5-7,5
§ Jenis tanah pasir berlempung, gembur, banyak bahan organik, aerasi dan drainase baik
2. Penanaman Dan Jarak Tanam
1) Di lahan kering dilakukan pada awal musim hujan (Oktober)
2) Di lahan sawah ditanam setelah padi rendengan (padi gadu), pada awal musim kemarau
Sistem tanam secara tunggal (monokultur) dan atau tumpang sari
3) Untuk mendapat ubi besar, stek ditanam miring (60-70 derajat) dengan dua ruas ditanam diguludan, sedangkan untuk mendapatkan ubi kecil, posisi stek dalam tanah ditanam rata, dengan 3-4 ruas stek tanaman didalam guludan dan ujung stek miring ± 600 (bentuk L). Jumlah bibit satu stek per lubang. Sebaiknya penanaman dilakukan pada pagi atau sore hari. Jarak tanam dalam barisan 25-35 cm sedangkan jarak barisan 100-150 cm
3. Pemberian Mulsa
Setelah bibit ditanam, tanah ditutupi dengan mulsa jerami 20 t/ha khususnya di lahan sawah, sedangkan di lahan kering bila jerami tidak ada, dapat ditutup dengan pangkasan pupuk hijau.
4. Pemupukan
a. Pupuk Organik
dosis = 15-22 t/ha
pemberian dilakukan pada saat pengolahan tanah (dicampur dengan tanah) atau sekaligus sebagai mulsa
b. Pupuk Anorganik
dosis : Urea = 100 kg/ha; KCl = 100 kg/ha; SP-36 = 75-100 kg/ha (atau sesuai rekomendasi setempat) pemberian :
1) 1/3 dosis Urea dan semua SP-36 pada saat pertanaman bibit serta 1/3 dosis KCl
2) Pemberian kedua pada saat tanaman berumur 30-45 hari setelah tanam bersamaan dengan pengembalian tanah keprasan kedua sisi guludan.
cara pemberian : buat larikan/lubang tugal 7-10 cm dari kiri kanan lubang tanam, lalu masukan pupuk.
5. Penyulaman
Untuk mengganti tanaman yang mati dilakukan pada umur 3 minggu setelah tanam. Sebaiknya dilakukan pada pagi/sore hari.
6. Pemangkasan
Dilakukan bila tanaman terlalu rimbun, dilakukan pada sulur-sulur tanaman yang merayap dalam saluran-saluran di sela-sela bedengan.
7. Pengairan
Dilakukan tiap 10 hari selama pertumbuhan sampai 2 minggu sebelum panen dengan cara dileb selama 15-30 menit kemudian air disalurkan ke saluran pembuangan. Sebaiknya dilakukan pada pagi/sore hari.
2.2 Hama dan Penyakit Tanaman Ubi Jalar
Hama
- Larva (ulat)
Hama satu ini merusak tanaman ubi jalar dengan cara membuat lubang kecil memanjang (korek) pada batang hingga ke bagian ubi. Di dalam lubang itulah dapat ditemukan larva (ulat). Gejala yang terlihat akibat larva ini antara lain terjadi pembengkakan batang, beberapa bagian batang mudah patah, daun-daun menjadi layu dan akhirnya cabang-cabang tanaman akan mati.
- Lanas atau Hama Boleng
Hama boleng terdapat dihampir seluruh pertanaman ubi jalar. Hama ini relatif sulit dikendalikan karena imago berada di dekat permukaan tanah sementara larva dan pupa terdapat di dalam batang atau umbi Hama boleng atau lanas termasuk ordo Coleoptera, dengan ciri-cirinya, kumbang berukuran kecil dengan panjang 5-6,5 mm, thorax dan kaki berwarna merah, kepala dan elytra berwarna biru larva berukuran ± 8 mm dan pupa 5-6,5 mm. Siklus hidupnya 6-7 minggu dan imago dapat hidup hingga 3 bulan, imago betina dapat menghasilkan telur sampai 200 butir dengan menempatkan 2 butir/ hari, dalam satu umbi larva dapat ditemukan sampai 200 ekor (Kalshoven, 1981).
Menurut Nonci dan Sriwidodo (1993), bahwa siklus hidup C. formicarius memerlukan waktu 1-2 bulan secara umum 35-40 hari pada musim panas. Generasinya tidak merata demikian juga jumlah generasi selama setahun. Serangga dewasa tidak mengalami diapause pada musim dingin tetapi mencari tempat berlindung dan tidak aktif hingga keadaan menguntungkannya (Capinera, 2006). Di Taiwan hama ini dalam satu tahun dapat mencapai 7-8 generasi (Chen, dan Huang, 2006).
Telur diletakkan dalam rongga kecil yang dibuat oleh kumbang betina dengan cara menggerek pangkal batang atau umbi. Telur diletakkan di bawah kulit atau epidemis secara tunggal pada satu rongga dan ditutup kembali sehingga sulit dilihat (Morallo dan Rajesus, 2001 dalam Nonci, 2005). Panjang telur 0,7 mm dan lebar 0,5 mm lama fase telur 5 hari pada musim panas dan 11-12 hari pada musim dingin. Di laboratorium hama ini mampu meletakkan telur 122-250 butir (Capinera, 2006).
Larva yang baru menetas berwarna putih tanpa kaki, larva langsung menggerek batang atau umbi. Larva yang menyerang batang membuat saluran gerekan ke arah umbi (Nonci, 2006). Larva terdiri dari tiga instar (Gambar 1) dengan periode instar pertama 8-16 hari, instar kedua 12-21, instar ketiga 35-36 hari (Capinera, 2006).
Gambar 1. Larva C.formicarius Instar ke 3
Pupa terbentuk di dalam umbi atau batang berwarna putih tetapi seiring waktu perkembangannya berubah warna menjadi abu-abu dengan kepala dan mata gelap (Gambar 7), panjang pupa 6,5 mm dengan periode pupa 7-10 hari (Capinera, 2006).
Menurut Kalshoven (1981), kumbang dewasa aktif pada malam hari serangga jantan dan betina dapat dibedakan dari antenanya dimana jantan berbentuk lurus dan betina ujung bulat seperti korek api (CIP., 1999), serangga dewasa (Gambar 8), panjangnya 5-6,5 mm dengan ciri-ciri kepala berwarna hitam, antena, thorax dan tungkai berwarna oranye sampai coklat kemerahan, abdomen dan sayap luar berwarna biru metalik sedangkan kaki dan dadanya berwarna coklat (Capinera, 2006).
Gambar 8. Imago C. Formicarius
Gejala serangan dapat dilihat pada pangkal batang berupa benjolan-benjolan yang berlubang sedangkan pada umbi (Gambar 9) terdapat lubang-lubang kecil bekas gerekan yang ditutupi oleh kotoran berwarna hijau dan berbau menyengat.
- Tikus (Rattus rattus sp)
Hama tikus biasanya menyerang tanaman ubi jalar yang berumur cukup tua atau sudah pada stadium membentuk ubi. Hama Ini menyerang ubi dengan cara mengerat dan memakan daging ubi hingga menjadi rusak secara tidak beraturan. Bekas gigitan tikus menyebabkan infeksi pada ubi dan kadang-kadang diikuti dengan gejala pembusukan ubi.
Penyakit dan Virus
1. Kudis atau Scab
Penyebab : cendawan Elsinoe batatas.
Gejala : adanya benjolan pada tangkai sereta urat daun, dan daun-daun berkerut seperti kerupuk. Tingkat serangan yang berat menyebabkan daun tidak produktif dalam melakukan fotosintesis sehingga hasil ubi menurun bahkan tidak menghasilkan sama sekali.
- Layu Fusarium
Penyebab : jamur Fusarium oxysporum f. batatas.
Gejala : tanaman tampak lemas, urat daun menguning, layu, dan akhirnya mati. Cendawan fusarium dapat bertahan selama beberapa tahun dalam tanah. Penularan penyakit dapat terjadi melalui tanah, udara, air, dan terbawa oleh bibit.
- Virus
Beberapa jenis virus yang ditemukan menyerang tanaman ubi jalar adalah Internal Cork, Chlorotic Leaf Spot, Yellow Dwarf.
Gejala : pertumbuhan batang dan daun tidak normal, ukuran tanaman kecil dengan tata letak daun bergerombol di bagian puncak, dan warna daun klorosis atau hijau kekuning-kuningan. Pada tingkat serangan yang berat, tanaman ubi jalar tidak menghasilkan.
- Penyakit Lain
Penyakit - penyakit yang lain adalah, misalnya, bercak daun cercospora oleh jamur Cercospora batatas Zimmermann, busuk basah akar dan ubi oleh jamur Rhizopus nigricans Ehrenberg, dan klorosis daun oleh jamur Albugo ipomeae pandurata Schweinitz.
2.3 Pengendalian Hama dan Penyakit Ubi Jalar
- Penggerek Batang Ubi Jalar (Ulat)
Stadium hama yang merusak tanaman ubi jalar adalah larva (ulat). Cirinya adalah membuat lubang kecil memanjang (korek) pada batang hingga ke bagian ubi. Di dalam lubang tersebut dapat ditemukan larva (ulat).
Gejala : terjadi pembengkakan batang, beberapa bagian batang mudah patah, daun-daun menjadi layu, dan akhirnya cabang-cabang tanaman akan mati.
Pengendalian : (1) rotasi tanaman untuk memutus daur atau siklus hama; (2) pengamatan tanaman pada stadium umur muda terhadap gejala serangan hama: bila serangan hama >5 %, perlu dilakukan pengendalian secara kimiawi; (3) pemotongan dan pemusnahan bagian tanaman yang terserang berat; (4) penyemprotan insektisida yang mangkus dan sangkil, seperti Curacron 500 EC atau Matador 25 dengan konsentrasi yang dianjurkan.
- Lanas atau Hama Boleng
Gelaja yang tampak yaitu terdapat lubang-lubang kecil bekas gerekan yang tertutup oleh kotoran berwarna hijau dan berbau menyengat. Hama ini biasanya menyerang tanaman ubi jalar yang sudah berubi. Bila hama terbawa oleh ubi ke gudang penyimpanan, sering merusak ubi hingga menurunkan kuantitas dan kualitas produksi secara nyata.
Keadaan ini dapat dikendalikan dengan:
1) Bergiliran atau rotasi tanaman dengan jenis tanaman yang tidak sefamili, misalnya padi – ubi jalar – padi.
2) Penimbunan guludan untuk menutupi ubi yang terbuka.
3) Pengambilan dan pemusnahan tanaman ubi yang terserang hama cukup berat.
4) Pengamatan/ monitoring hama di pertanaman ubi secara periodik, dan apabila ditemukan tingkat serangan lebih dari 5% segera dilakukan tindakan pengendalian hama secara kimiawi.
5) Pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan penyemprotan insektisida seperti Decis 2,5 EC atau Monitor200 LC dengan konsentrasi yang dianjurkan.
6) Lakukan penanaman jenis ubi jalar yang berkulit tebal dan bergetah banyak.
7) Jangan sampai melakukan panen terlambat untuk mengurangi tingkat kerusakan yang lebih berat.
- Tikus (Rattus rattus sp)
Hama tikus biasanya menyerang tanaman ubi jalar yang berumur cukup tua atau sudah pada stadium membentuk ubi. Hama tersebut menyerang dengan cara mengerat dan memakan daging ubi hingga menjadi rusak secara tidak beraturan. Bekas gigitan tikus menyebabkan infeksi pada ubi dan kadang-kadang diikuti dengan gejala pembusukan ubi.
Keadaan ini dapat dkendalikan dengan:
1) Menyerbu tikus dan langsung dibunuh;
2) Penyiangan dilakukan sebaik mungkin agar tidak banyak sarang tikus di sekitar ubi jalar; atau
3) Pemasangan umpan beracun seperti Ramortal atau Klerat.
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Pengamatan dilakukan di Desa Cileles, Jatinangor, Sumedang pada hari senin 12 November 2012.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang dipergunakan dalam pengamatan adalah pensil dan buku catatan sebagai alat bantu wawancara. Serta Handphone sebagai alat bantu dokumentasi dan observasi.
3.3 Metode Pengamatan
Pengamatan dilakukan dengan cara wawancara, observasi langsung di Desa Cileles, Jatinangor, Sumedang dan Studi Literatur.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Ubi Jalar
Ubi jalar yang ditanam di Desa Cileles, Jatinangor, Sumedang adalah jenis varietas rancing. Varietas ini sama dengan yang ditanam di daerah ‘Cilembu’ (daerah yang terkenal akan sentra ubi jalar), secara teritorial lahan yang dilakukan observasi kebetulan tidak terlalu jauh dari Cilembu, jadi hasil produksi tanaman ubi jalar ini digunakan untuk memenuhi permintaan Ubi Cilembu yang kebetulan dari segi kualitas hampir sama dengan yang ditanam di daerah Cilembu.
4.2 Hama Tanaman Ubi Jalar
4.2.1 Ulat
Dari hasil wawancara dan observasi, ditemakan bahwa salah satu hama yang menyerang tanaman ubi jalar adalah hama ulat. Hama ini bisa mengakibatkan potensi kerusakan lebih dari 50 % jika dibiarkan dan menyerang dengan perkembangan serangan relatif cepat. Hama ulat menyerang bagian atas tanaman pada awalnya sehingga menggagu fisiologis tanaman, namun lama kelamaan karena ulat terus memakan organ tumbuhan lama kelamaan masuk ke batang dan akhirnya menyerang bagian bawah tanaman yang berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas tanaman ubi jalar.
Adapun penyebab hama berkembang biak dengan cepat adalah faktor iklim, iklim yang semula panas selama berhari-hari kemudian turun hujan keadaan iklim seperti inilah yang memicu perkembangbiakan ulat menjadi hama tanaman ubi jalar. Selain itu juga hama ulat ini tidak menyerang satu fase tanaman saja melainkan dapat menyerang berbagai fase pertumbuhan tanman ubi jalar, jadi jika iklim mendukung hama ini akan menyerang tanman ubi jalar.
4.2.2 Tikus
Tikus pada ubi jalar adalah hama minor karena menyerang jika lingkungan disekitar area budidaya kotor dan tidak beraturan. Tikus menyerang langsung pada bagian bawah tanaman ubi jalar. Hama tikus mengakibatakan kerusakan yang cukup tinggi pada tanaman ubi jalar karena merusak fisik umbi secara fisik lewat gigitan dan cakaran.
4.2.3 Lanas
Hama ini menyerang jika tanaman ubi jalar sudah berubi, biasanya melubangi bagian atas tanaman lalu masuk ke ubi yang akan berakibat menurunnya kualitas dari si ubi. Ubi akan terasa getir, hambar, bahkan pahit.
4.3 Penyakit Tanaman Ubi Jalar (Cendawan)
Penyakit yang menyerang tanaman ubi jalar biasanya langsung menyerang bagian bawah tanaman atau umbinya, hal ini disebabkan oleh pengolahan lahan yang tidak benar saat persiapan penanaman.
4.4 Pengendalian di Lapangan
4.4.1 Hama Ulat
a. Preventif
Adapun cara pengendalian secara preventifnya adalah melakukan budiaya dengan baik diantaranya membuat lingkungan tidak ekstrim, yang berarti perubahan suhu tidak terlalu drastis dengan cara melakukan penyiraman minimal 2 hari sekali sehingga tanaman keadaan lingkungan tetap stabil.
b. Represif
Menurut hasil observasi yang kami lakukan dilapangan, pengendalian yang dilakukan oleh petani adalah berebeda sekali dengan yang diajarkan pada studi pustaka mengenai PHPT (Pengendalian Hama Penyakit Terpadu). Petani dilapangan tidak mengenal aras ekonomi sebagai indikator dilakukannya pengendalian, mereka langsung melakukan penyemprotan pada saat populasi hama masih berada dibawah ambang ekonomi. Mereka beralasan jika dibiarkan terlebih dahulu maka kerugian akan semakin semakin tinggi dan menyatakan bahwa keuntungan sebesar-besarnya adalah tanaman yang tidak terserang hama.
4.4.2 Hama Tikus
Sesuai dengan bahasan diatas bahwa hama tikus adalah hama sekunder yang ada bila keadaaan lingkungan kotor dan tidak teratur. Upaya pencegahanya adalah dengan melakukan penyiangan dengan teratur.
4.4.3 Lanas
Adapun pengendalian yang dilakuakan dilapangan adalah dengan cara preventif yaitu pemanenan lebih cepat, saat ubi matang langsung dilakukan pemanenan.
4.5.3 Penyakit Cendawan
Pengendalian penyakit ini dilapangan masih bersifat pencegahan yaitu dengan pengolahan tanah yang baik sebelum masa penanaman yang diantaranya meliputi, pencangkulan yang dalam sehingga kondisi tanah akan remah dan kelembaban tanah tidak teerlalu lembab dimana saat kondisi lembab penyakit ini akan mudah menyerang tanaman ubi jalar.
Pemberaan yaitu membiarkan tanah yang sudah dicangkul untuk beberapa saat supaya aerasinya menjadi bagus selain itu juga bibit penyakit yang diakibatkan oleh cendawan tak bisa tumbuh karena tanah yang semula dibagian bawah sekarang menjadi berada dibagian atas.
Kemudian pengolahan lainnya ialah pengapuran, menurut hasil wawancara yang kami lakukan dengan petani pengapuran dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan cendawan yang merusak bagian bawah tanaman ubi jalar. Potensi tanah yang sudah dilakukan pengapuran lebih sedikit terserang penyakit ini daripada pengolahan yang tidak diberi pengapurn. Jika demikian kami beraasumsi bahwa hama ini hanya akan menyerang jika keadaan atau kondisi tanah masam dan tidak menyerang jika pH tanah dalam keadaan yang basa. Namun untuk membuktikan hal ini perlu dilakukan penelitian yang bersifat ilmiah lebih lanjut lagi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber dan observasi dilapangan, teknis budidaya ubi jalar di Desa Cileles, Jatinangor, Kabupaten Sumedang “sama” dengan teknis budidaya ubi jalar pada umumnya.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan narasumber dilapangan, hama yang biasa menyerang tanaman ubi jalar di lapangan ialah ulat, tikus, dan hama lanas / boleng.
Dengan gejala kerusakkan dari masing – masing hama yakni, sebagai berikut :
§ Hama ulat, Hama satu ini merusak tanaman ubi jalar dengan cara membuat lubang kecil memanjang (korek) pada batang hingga ke bagian ubi. Di dalam lubang itulah dapat ditemukan larva (ulat). Gejala yang terlihat akibat larva ini antara lain terjadi pembengkakan batang, beberapa bagian batang mudah patah, daun-daun menjadi layu dan akhirnya cabang-cabang tanaman akan mati.
§ Hama tikus, Hama tikus biasanya menyerang tanaman ubi jalar yang berumur cukup tua atau sudah pada stadium membentuk ubi. Hama tersebut menyerang dengan cara mengerat dan memakan daging ubi hingga menjadi rusak secara tidak beraturan. Bekas gigitan tikus menyebabkan infeksi pada ubi dan kadang-kadang diikuti dengan gejala pembusukan ubi.
§ Lanas atau Hama Boleng, Gelaja yang tampak yaitu terdapat lubang-lubang kecil bekas gerekan yang tertutup oleh kotoran berwarna hijau dan berbau menyengat. Hama ini biasanya menyerang tanaman ubi jalar yang sudah berubi. Bila hama terbawa oleh ubi ke gudang penyimpanan, sering merusak ubi hingga menurunkan kuantitas dan kualitas produksi secara nyata.
Berdasarkan observasi dan wawancara dilapangan dengan narasumber, teknis pengendalian yang biasa dilakukan khusus untuk ulat, narasumber membagi 2 bentuk cara pengendalian yakni preventif dan represif. Selebihnya bentuk pengendalian yang biasa dilakukan dilapangan ialah sebagai berikut :
1. Hama Ulat
a. Preventif
Adapun cara pengendalian secara preventifnya adalah melakukan budiaya dengan baik diantaranya membuat lingkungan tidak ekstrim, yang berarti perubahan suhu tidak terlalu drastis dengan cara melakukan penyiraman minimal 2 hari sekali sehingga tanaman keadaan lingkungan tetap stabil.
b. Represif
Menurut hasil observasi yang kami lakukan dilapangan, pengendalian yang dilakukan oleh petani adalah berebeda sekali dengan yang diajarkan pada studi pustaka mengenai PHPT (Pengendalian Hama Penyakit Terpadu). Petani dilapangan tidak mengenal aras ekonomi sebagai indikator dilakukannya pengendalian, mereka langsung melakukan penyemprotan pada saat populasi hama masih berada dibawah ambang ekonomi. Mereka beralasan jika dibiarkan terlebih dahulu maka kerugian akan semakin semakin tinggi dan menyatakan bahwa keuntungan sebesar-besarnya adalah tanaman yang tidak terserang hama.
2. Hama Tikus
Hama tikus adalah hama sekunder yang ada bila keadaaan lingkungan kotor dan tidak teratur. Upaya pencegahanya adalah dengan melakukan penyiangan dengan teratur.
3. Lanas
Adapun pengendalian yang dilakuakan dilapangan adalah dengan cara preventif yaitu pemanenan lebih cepat, saat ubi matang langsung dilakukan pemanenan.
4. Penyakit Cendawan
Pengendalian penyakit ini dilapangan masih bersifat pencegahan yaitu dengan pengolahan tanah yang baik sebelum masa penanaman yang diantaranya meliputi, pencangkulan yang dalam sehingga kondisi tanah akan remah dan kelembaban tanah tidak teerlalu lembab dimana saat kondisi lembab penyakit ini akan mudah menyerang tanaman ubi jalar.
Pemberaan yaitu membiarkan tanah yang sudah dicangkul untuk beberapa saat supaya aerasinya menjadi bagus selain itu juga bibit penyakit yang diakibatkan oleh cendawan tak bisa tumbuh karena tanah yang semula dibagian bawah sekarang menjadi berada dibagian atas.
Kemudian pengolahan lainnya ialah pengapuran, menurut hasil wawancara yang kami lakukan dengan petani pengapuran dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan cendawan yang merusak bagian bawah tanaman ubi jalar. Potensi tanah yang sudah dilakukan pengapuran lebih sedikit terserang penyakit ini daripada pengolahan yang tidak diberi pengapurn. Jika demikian kami beraasumsi bahwa hama ini hanya akan menyerang jika keadaan atau kondisi tanah masam dan tidak menyerang jika pH tanah dalam keadaan yang basa. Namun untuk membuktikan hal ini perlu dilakukan penelitian yang bersifat ilmiah lebih lanjut lagi.
DAFTAR PUSTAKA
- Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian. 2007. Yogyakarta. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian.
- Tinjauan Pustaka Tanaman Ubi Jalar. Universitas Sumatera Utara
- Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan berkomentar